P.Siantar, Aloling Simalungun
“Kampanye ambil uangnya jangan pilih orangnya” jelas bukanlah hal yang mendidik. Justru hal tersebut menunjukkan bahwanya Undang-undang kita masih lemah.
Demikian dikatakan Gusti RMD Advokat dari Kantor Hukum Rekan Joeang kepada Aloling Simalungun Sabtu (5/12/2020).
Gusti RMD mengatakan kita ketahui bersama bahwa Para pelaku politik uang tidak bisa langsung didiskualifikasi dengan cara yang sederhana dan efektif.
Tidak bisa dipungkiri juga bahwa hal ini ada dan terus terjadi disetiap momen Pemilu, dimana tidak adanya usulan atau tindakan tegas sehingga terjadinya pembiaran yang kini seperti menjadi hal wajib yang turun temurun dan fenomena ini akan terus berlanjut pada pemilu pemilu selanjutnya.
Dikatakan Gusti bila dibiarkan terus hal ini bisa menjadi budaya di tengah masyarakat apabila tetap tidak dikuatkannya, Undang-undang yang mengatur mengenai hal ini. Sesuai dengan pasal 73 , UU no 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
“Bagi pasangan calon bila terbukti melakukan politik uang maka bisa dianulir dan bisa didiskualifikasi dari pencalonan.
Menyebut gugurnya pasangan calon dalam Pilkada jika terbukti melakukan politik uang itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Selanjutnya Gusti mengatakn dalam frasa UU nomor 10 tahun 2016 ayat 2 berbunyi, sanksi administratif berlaku untuk pasangan calon, apabila pasangan calon terbukti melakukan politik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah.
Pelanggaran money politik Terstruktur, Sistematis dan Masif bisa saja dilakukan orang lain seperti simpatisan atau tim kampanye.
Namun, jika terbukti dilakukan atas perintah dan aliran dananya dari paslon dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan pasal 187A ayat 1 yang menyebutkan : “setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Tentu akan ada proses hukum yang berjalan setelah KPU menetapkan pasangan calon. Adapun objek pelanggaran administrasi Terstruktur, Sistematis dan Masif pemilihan yaitu, perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih yang terjadi secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (Pasal 73 JO 135A UU Pemilihan).
Sedangkan untuk batas waktu penanganan pelanggaran money politik Terstruktur, Sistematis dan Masif di atur dalam pasal 26 ayat 2 Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2017, yang mengatur Laporan dugaan pelanggaran administrasi disampaikan kepada Bawaslu Provinsi terhitung sejak ditetapkannya pasangan calon sampai hari pemungutan suara.
Dengan adanya laporan dan sejumlah barang bukti yang telah terkumpul harusnya mendapat perhatian lebih dan diproses secara langsung oleh Bawaslu dan jika salah satu pasangan calon terbukti melakukan pelanggaran Pilkada tentunya masalah ini dianggap merugikan pasangan calon lainnya.
Dalam hakikatnya perbuatan yang dilarang terkait dengan pasal a quo (tersebut), adalah memberikan uang atau barang yang bernilai kepada para pemilih. Ini sama saja dengan menyogok para pemilih untuk memberikan hak suaranya pada pasangan calon tersebut.
Unsur inilah sebenarnya yang dapat dikatakan sebagai bestandel delict (unsur utama) yang menunjukkan sifat melawan hukum dari perbuatannya.
Hal ini yang merusak kebebasan hak pilih, memberikan sejumlah uang atau barang kepada pemilih dengan diimingi janji-janji manis. Terkesan lebih mengandalkan kuantitas daripada kualitas diri pasangan calon.
Ditegaskan Gusti secara tidak langsung ini merupakan bentuk pengajaran kepada masyarakat untuk berbuat tidak baik dalam etimologi moralitas. Harusnya disini para peserta calon selain menyampaikan visi misi juga harus menyuarakan dan mengajak pemilih pemula untuk menjauhi Money Politik dan jangan sampai menyia-nyiakan hak suaranya (golput).
Bawaslu juga diharapkan gencar menyuarakan/memberikan pandangan bahwa yang mampu melakukan gerakan dan gebrakan untuk memajukan daerah/wilayah yang di wakili pasangan calon adalah pasangan yang utamanya dirasa memiliki kualitas yang mumpuni bukan seberapa banyak kuantitas yang mampu disanggupi. Semua warga negara harus aktif dan kreatif. jangan hanya duduk, diam dan tidak tanggap dengan situasi.
Harus belajar demokrasi, awasi, kerjasama, saksikan dan laporkan jika terjadi pelanggaran dalam pemilu pungkas Gusti.(nu)
Discussion about this post