DALIHAN NA TOLU adalah merupakan falsafah suku Batak yang sudah dipraktikkan sejak kepemimpinan para Raja Batak yang diwariskan kepada generasi saat ini. Semenjak Raja Batak di Pusuk Buhit, kepemimpinan Raja Sorimangaraja, Sisingamangaraja I sampai XII, penjajahan Belanda, Jepang, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hingga saat ini falsafah Dalihan Na Tolu masih tetap terjaga keasliannya, Demikian dikatakan Guru Besar Mantan Rektor Nomensen Kota Pematang siantar Prof. Dr. Sanggam Siahaan M.Hum saat wawancara dengan awak media Kamis 8 Juni 2023.
Menurut orang batak, Dalihan Natolu adalah pandangan hidup, kakek moyang moyang mereka yang hingga saat ini mampu menjadi pranata sosial yang mengatur bagaimana orang batak berbuat dalam prilaku kesehariannya.
Dijelaskan Guru besar ini konsep konsep Dalihan Natolu ini masih relevan ditengah kehidupan orang batak. Dari sudut pandang bahasa.
Dalihan Na Toludilambangkan dengan tungku sederhana untuk memasak yang terdiri dari tiga buah batu yang sama tinggi. Jika salah satu batu lebih tinggi atau lebih rendah, maka tidak ada kesejajaran dan tidak dapat digunakan untuk memasak.
Tiga tungku ini memiliki makna adanya tiga hubungan kekeluargaan, yakni Hula-hula, boru dandongan tubu. Lebih lanjut, isi dari Dalihan Natolu sebagai berikut. Kesatu, Somba Marhula-hula,somba diartikan sebagai “sembah”
Masih menurut Sanggam, Pranta sosial orang batak itu sebuah kaidah yang mengatur bagaimana seseorang bertindak dengan dongan tubuh, boru dan hula hulanya. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa seseorang itu baik menghormati dongan tubuhnya dalam kehidupan sehari hari kemudian dia juga wajib menyayangi borunya. Disamping itu dia jugav harus menghargai hula hulanya. Seseorang yang menghargai pranata sosial itu dikatakan orang yang beradat dan biasanya dia menjadi seseorang yang terpandang dalam kehidupan sehari hari , namun orang yang tidak perduli akan pranata itu termasuk orang yang kuat dalam kehidupan sosial.
Menurut Sanggam yang meraih Gelar Doktor dari USU Medan ini realisasi pranata sosial dalihan natolu ini dapat dilihat dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan , misalnya acara syukuran, baptisan, pernikahan dan acara kematian. Disamping itu pranata sosial Dalihan Natolu ini jelas terlihat seperti pada acara memasuki syukuran rumah baru, syukuran pencapaian seseorang menduduki sebuah jabatan pemberangkatan suatu tempat ketempat lain.
Sesuai pranata Dalihan Natolu itu seseorang yang akan melakukan hajatan biasanya selalu mengundang kelompok dongan tubuh , boru dan hula hula untuk membicarakan bagaimana melakukan kegiatan dimaksud, namun berlandaskan pranata sosial dalihan natolu orang batak yang beradat selalu melibatkan dongan tubuh , boru dan hula hulanya terlebih dahulu.
Selanjutnya atas musyawarah masyarakat, mufakat dan hikmah yang dimiliki oleh ke 3 kelompok tadi kegiatan dilaksanakan atau dieksekusi untuk mencapai kebahagiaan bersama. Demikian semua kegiatan orang batak dilakukan untuk menjaga, kedamaian, kesatuan dan cinta kasih.
(penulis adalah Guru Besar Prof.Dr. Sanggam Siahaan M.Hum yang penah menjabat Rektor Universitas Nomensen kota Siantar periode 2018-2022)
Discussion about this post