P.Siantar, Aloling Simalungun
Ketua Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) Kota Pematang Siantar Basrin A Nababan mengajak warga untuk menatap wajah Siantar hari ini dengan jujur tanpa tedeng aling-aling.
Hal tersebut diungkapkan Basrin A Nababan dalam pidato pembukaannya pada Diskusi Publik PIKI di gedung serbaguna Pemko Siantar Sabtu (24/5/2025).
Pada kesempatan tersebut Basrin A Nababan mengungkapkan tentang yang dirasakannya kegelisahan mendalam dan panggilan mendesak untuk mengguncang kesadaran kolektif kita tentang badai perubahan dan tantangan yang sedang menguji Kita Pematang Siantar.
Kita tahu, Pematangsiantar punya sejarah panjang, kaya cerita, dan pernah berjaya, tapi kini, di tengah dinamika global, apakah kita sudah cukup bangga dengan kondisi kota kita ujarnya.
Basrin A Nababan mengingatkan bahwa jalan tol Medan-Parapat telah dibuka! Ini bukan lagi wacana, ini adalah fakta yang mengubah peta ekonomi dan sosial kita.
Pertanyaannya: Akankah Pematangsiantar menjadi kota yang sepi, hanya dilewati begitu saja oleh wisatawan dan pelaku ekonomi? Atau, akankah kita mampu mengubahnya menjadi magnet baru, destinasi yang tak terlewatkan, gerbang menuju Danau Toba yang justru menarik dan menahan setiap pengunjung ?.
Selanjutnya kita menyaksikan Terminal Tanjung Pinggir, sebuah investasi besar, namun kini berdiri bagai monumen kesia-siaan, sebuah luka menganga yang tak kunjung berfungsi optimal. Apa artinya ini bagi efisiensi transportasi dan citra kota kita?.
Kita melihat gunungan sampah di TPA Tanjung Pinggir, Ini bukan sekadar masalah kebersihan, ini adalah bom waktu lingkungan, ancaman kesehatan serius, dan cerminan ketidakmampuan kita mengelola limbah. Sampai kapan kita akan membiarkan masalah ini terus membusuk dan mengancam generasi kita ungkap Basrin A Nababan.
Basrin Nababan mengatakan saat ini kita melihat Pasar Horas, jantung perdagangan kota ini. Namun, ia kini berdetak tak beraturan, semrawut, kotor, dan kehilangan daya saingnya. Bagaimana kita bisa menghidupkan kembali denyut nadinya agar perekonomian rakyat kembali menggeliat dan berdaya saing.
Mari kita lihat penataan jalan kota yang semakin tidak teratur, serta kebersihan kota yang kian memudar. Ini bukan hanya soal estetika, ini adalah wajah Pematangsiantar di mata pendatang, cerminan tata kelola, dan kenyamanan hidup kita sehari-hari.
Sebuah paradoks! Pematangsiantar adalah rumah bagi sekian banyak perguruan tinggi dan sekolah berkualitas baik. Kita mencetak intelektual, para profesional. Tapi mengapa kebanggaan akan kota ini justru terasa memudar? Mengapa potensi besar ini belum mampu mengangkat citra dan kemajuan kota secara menyeluruh?
Dikatakan Basrin A Nababan kita berada di posisi yang sangat strategis! Pematangsiantar adalah pusat bagi daerah-daerah hinterland di sekitarnya: Simalungun, Asahan, Toba, Samosir, Tebing Tinggi, Serdang Bedagai, hingga Tanah Karo. Ini adalah keuntungan geografis yang luar biasa, sebuah potensi emas yang selama ini tertidur pulas! Mengapa kita belum mampu memanfaatkan posisi strategis ini untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pariwisata regional?
Dan yang terakhir, namun tak kalah penting: Pematangsiantar adalah kantor pusat bagi lima gereja besar! Ini adalah keunggulan spiritual dan historis yang unik. Namun, mengapa keunggulan ini belum bisa dikelola untuk menunjang destinasi wisata rohani atau budaya yang menarik wisatawan?
Basrin A Nababan menegaskan, cukup sudah kita meratapi! Cukup sudah kita hanya menjadi penonton! Ini bukan saatnya untuk mengeluh, apalagi berdiam diri! Ini adalah saatnya untuk bangkit, berpikir keras, dan bertindak nyata!
PIKI hadir dengan kesadaran penuh bahwa sebagai kaum intelektual Kristen, kita memiliki tanggung jawab moral dan intelektual untuk tidak berdiam diri. Kita terpanggil untuk berpartisipasi, berinovasi, dan berkontribusi nyata demi pengembangan dan kemajuan gereja, perguruan tinggi, masyarakat, bangsa, dan yang paling krusial malam ini: Kota Pematangsiantar kita ini!
Diskusi publik hari ini, dengan topik “Kota Pematangsiantar: Dahulu, Sekarang, dan Masa yang Akan Datang,” adalah seruan darurat! Ini adalah panggilan untuk kita semua untuk membangun strategi adaptasi, inovasi, dan keberanian.
Hari ini, saya menantang Bapak/Ibu semua yang hadir: Apa ide brilian Anda untuk menjadikan Pematangsiantar sebuah magnet baru pariwisata dan ekonomi di tengah dibukanya jalan tol?.
Bagaimana kita bisa menghidupkan kembali Terminal Tanjung Pinggir, menyelesaikan masalah sampah, menata ulang Pasar Horas, mengembalikan keindahan serta keteraturan kota kita, dan memanfaatkan seluruh potensi strategis serta keunggulan religius kita?
Jangan hanya melihat ancaman, mari kita ubah ancaman itu menjadi peluang emas!
Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan satu pihak. Pemerintah tidak bisa sendirian. Gereja tidak bisa sendirian. Kampus tidak bisa sendirian. Pengusaha tidak bisa sendirian. Kita semua adalah satu kesatuan, sebuah orkestra raksasa yang harus bersinergi memainkan simfoni kemajuan untuk Pematangsiantar!
Mari kita tinggalkan zona nyaman. Mari kita gali potensi tersembunyi kita. Mari kita berani bermimpi besar, dan yang terpenting, mari kita berani mewujudkan mimpi itu bersama-sama!
PIKI percaya, dengan segenap potensi dan semangat yang kita miliki, Pematangsiantar akan bangkit! Pematangsiantar akan bersinar! Pematangsiantar akan menjadi kota teladan yang kita cita-citakan, bahkan dengan segala tantangan yang ada.
Basrin A Nababan berharap diskusi publik PIKI sebagai percikan api yang akan menyulut obor perubahan besar dan strategi adaptasi yang brilian bagi Kota Pematangsiantar. Ad Caritas Ed Veritas Demi Kasih dan Kebenaran, Shalom pungkasnya.(tp)
Keterangan Foto :
Kanan Basrin A Nababan Kiri Sekda Siantar Junedi Sitanggang.