P.Siantar, Aloling Simalungun
Selain menghormati sesama ummat Islam yang satu agama, Islam Washathiyah menghargai kemajemukan yang terdiri dari beragam suku maupun agama sebangsa dan setanah air. Kemudian, menghormati sesama ummat manusia di dunia.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pematang Siantar, Drs H M Ali Lubis, nara sumber acara Silaturrahim Ormas Islam dan Sosialisasi Islam Wasathiyah yang digelar Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pematang Siantar. Berlangsung di aula MUI Pematang Siantar, Sabtu (22/10/2022).
Dijelaskan, menghormati sesama ummat Islam disebut Ukhuwah Islamiyah, menghormati sesama manusia sebangsa dan setanah air disebut Ukhuwah Wathoniyah. Sedangkan menghormati sesama ummat manusia di dunia disebut Ukhuah Basyariah. “Jadi jelas, selain memiliki Ukhuah Islamiah, Islam Washathiyah juga memiliki prinsip Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuah Basyariah,” ujar Drs H M Ali Lubis.
Sebelumnya, laporan H Abdul Halim Lubis sebagai Ketua Komisi Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI Pematang Siantar menjelaskan, peserta kegiatan terdiri dari Komisi MUI Pematang Siantar, MUI Kecamatan, Ormas Islam, dan akademisi. Nara sumber Drs H M Ali Lubis dan Ketua MUI Sumatera Utara, DR H Maratua Simanjuntak.
H A Ridwansyah Putra, Sekretaris Umum MUI Pematang Siantar yang membuka Silaturrahim Ormas Islam dan Sosialisasi Islam Wasathiyah mengatakan, penerapan Islam Wasathiyah tidak lepas dari sumber daya manusia (SDM) yang berkemampuan keagamaan dan mengetahui perkembangan teknologi informasi.
“SDM jelas perlu dibina. Misalnya, melakukan les membaca kitab kuning dan yang berusia di bawah 50 tahun diberi pemahaman tentang Informasi Teknologi. Semoga para peserta yang hadir dapat menjadi corong untuk menyampaikannya kepada sesama,” ujar H A Ridwansyah Putra.
Selanjutnya, DR H Maratua Simanjuntak sebagai nara sumber menyatakan, saat ini ummat Islam dihadapkan dengan kelompok yang mengedepankan tekstualis skriptualis, mendasarkan pemikiran, ideologi dan gerakan pada pemahaman nash secara literal. Akibatnya, kelompok tersebut menjadi eksklusif, intoleran, kaku/rigid, mudah mengkafirkan orang dan kelompok lain.
Di sisi lain muncul kelompok yang mengedepankan kontekstualitas dalam pemahaman nash secara berlebihan dengan dengan dalih menselaraskan ajaran Islam dengan keadaan zaman. Akibatnya muncul ajaran yang keluar dari teks sebenarnya. Cendrung permisif dan liberal. Berani menggugat nash-nash qothi dan menafsirkannya berdasarkan pendekatan akal semata.
“Kemunculan kedua kelompok tersebut terkait dengan banyak pemahaman dan gerakan transnasional yang mengembangkan pengaruh di Indonesia. Penyebaran keduanya, meningkat dengan memanfaatkan alam kebebasan dan demokrasi Indonesia,” beber H Maratua.
Kedua kelompok dimaksud bertentangan dengan ajaran Nabi SAW yang dirumuskan dalam Piagam Al Madinah. Bertentangan dengan realitas sosial bangsa Indonesia.yang manjemuk dan bertentangan dengan Pancasila serta UUD 1945.
Sebagai jawaban atas berkembangnya kedua paham tersebut, H Maratua Simanjuntak mengatakan, Munas IX MUI bersepakat mengusung dan memperjuangkan Islam Wasathiyah yang memiliki ciri-ciri mengambil jalan tengah (Wasathiyah).
Jalan tengah tersebut dikatakan sebagai pemahaman dan pengamalan yang tidak berlebih-lebihan (ifrath) dalam beragama dan mengurangi ajaran agama (tafrith), Tawazun (berkesimbangan) I’tidal (lurus dan tegas), Tasamuh (toleransi), Islah (reformasi), Tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) serta Tahaddhur (berkeadaban).
Selesai para nara sumber mempresentasekan materi masing-masing, dilakukan tanya jawab dari para peserta yang berkaitan dengan kehidupan sesama ummat Islam, sesama warga Negara Indonesia dan sesama ummat di dunia. Sehingga, Silaturrahim Ormas Islam dan Sosialisasi Islam Wasathiyah berlangsung komunikatif.
Pada acara penutupan, Zainal Siahaan sebagai Waklil Ketua MUI Pematang Siantar mengatakan agar silaturrahim antar ummat Islam di Kota Siantar terus ditingkatkan untuk mencapai tujuan yang lebih besar. “Mari kita ummat Islam menampilkan Islam Wasathiyah di Kota Pematang Siantar ini,” ujarnya.
Kemudian, sesama ummat Islam saling memahami tugas masing-masing. Misalnya, antara ormas Islam dan lembaga Islam lainnya. Sehingga, ukhuah tetap terjaga dan dapat saling mengenal, tolong menolong serta saling memberi jaminan sesama ummat Islam. (In)
Discussion about this post