P.Siantar, Aloling Simalungun
Kelompok Forum Tani Sejahtera (Futasi) yang selama 18 tahun menduduki lahan garapan PTPN 3 Kebun Bangun di Kelurahan Bah Sorma dan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari Kota Siantar “terpecah”.
Terbukti, satu kelompok berunjukrasa di kantor DPRD Siantar dan Kantor Wali Kota. Meminta agar pengambilalihan lahan (Okupasi) yang dilakukan PTPN 3 dihentikan. Dan, tetap diusahai Futasi sebagai sumber matapencaharian. Namun, satu kelompok lainnya bersedia meninggalkan lahan dan menerima sugu hati atau uang tali asih, Rabu (25/10/2022).
Kelompok yang minta supaya okupasi dihentikan, pertama berunjuk rasa ke kantor DPRD Siantar sembari membawa spanduk dan poster. Mengatakan bahwa okupasi dilakukan dengan mengerahkan alat berat untuk merusak tanaman di tanah garapan. Padahal, lahan yang mereka duduki dikatakan eks Hak Guna Usaha (HGU), bukan HGU aktif PTPN 3.
Namun, meski orasi dilakukan bergantian, tidak ada anggota DPRD Siantar yang menemui pengunjukrasa. Untuk itu, Tiomerli br Sitinjak yang berorasi dengan meneteskan air mata meminta agar anggota DPRD Siantar menerima kedatangan mereka yang akan menyampaikan aspirasi.
“Jangan tutup mata dan hati kalian terhadap penderitaan yang kami alami sekarang. Bagaimana nasib kami ini. Tanah tempat tinggal dan ladang kami dirusak tapi kalian tidak perduli. Kalau begitu, berilah kami tanah untuk menghidupi dan membiayai anak-anak kami yang sekolah,” ujar Tiomerli br Sitinjak melalui pengeras suara.
“Kalian tenang-tenang duduk di situ, tidak melihat rakyatmu menderita. Bapak DPRD yang tersayang dan yang tercinta, temuilah kami rakyatmu, sapalah rakyatmu di sini. Kalian mendapat gaji dari uang rakyat termasuk dari kami petani ini,” teriaknya lagi.
Ternyata aksi Futasi yang mendapat pengawalan dari personel Polres serta Satpol PP itu, tidak membuahkan hasil karena tidak ada juga anggota DPRD Siantar menemui. Selanjutnya, dengan rasa kesal, meninggalkan kantor DPRD Siantar dan bergerak menuju kantor Wali Kota.
Di kantor Wali Kota , Futasi melalui orasinya meminta agar Wali Kota Susanti Dewayani datang menemui mereka. “Ibu Wali Kota kami datang untuk menyampaikan penderitaan kami, temuilah kami ibu Wali Kota,” ujar pengunjukrasa.
Menunggu kehadiran Wali Kota, pengunjukrasa yang didominasi kaum ibu itu ada duduk-duduk di tangga pintu masuk kantor Wali Kota. Selain itu ada yang berbaring begitu saja. Jelang beberapa saat, yang datang menemui pengunjukrasa, Asisten III, Pardamean Silaen.
Meski sempat terjadi dialog dengan pengunjukrasa yang meminta agar Wali Kota datang menghadiri mereka, Pardamean Silaen mengatakan bahwa Wali Kota ada di luar kota. Untuk itu, mengatakan siap menyampaikan aspirasi pengunjukrasa kepada Wali Kota.
“Mungkin ibu dan bapak semua yang hadir disini pasti tidak akan pernah puas atas keinginan yang disampaikan. Sedangkan soal aspirasi yang disampaikan, Wali Kota juga juga akan berkoordinasi antar lintas lembaga. Semua butuh proses dan kita harap semua saling memahaminya,” ujarnya.
Meski tidak puas dengan tanggapan Pardamean Silaen, pengunjuk rasa akhirnya membubarkan diri dengan tertib sekira jam 14.00 Wib. Namun, massa Futasi menyatakan akan datang lagi ke kantor Wali Kota untuk menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi.
SUGU HATI
Pada kesempatan berbeda atau sekira jam 16.00 Wib, di kantor Afdeling IV, Kebun Bangun, Kelurahan Bah Sorma, PTPN 3 menyerahkan dana sugu hati atau uang penganti bangunan dan tanaman kepada 23 warga penggarap yang besaran totalnya sekira Rp 630 juta. Sedangkan nilai kepada masing-masing penggarap bervariasi. Sesuai taksasi Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
“Sugu hati yang diserahkan dengan uang kontan itu tepat satu minggu sejak mereka mendaftar sebagai peserta penerima dana sugu hati. Selanjutnya, akan dibayarkan juga kepada mreka-mereka yang sudah mendaftar sebanyak 126 kepala keluarga,” ujar Asisten Personalia PTPN III Kebun Bangun, Doni Manurung.
Sementara, untuk warga penggarap atas nama Kristina Intan Siburian dikatakan menerima Rp 121 juta ditambah dengan uang pindah Rp 5 juta. “Untuk itu kita minta kepada ibu itu segera meninggalkan lahan dan rumanya yang sudah dibayar dengan sugu hati,” ujar Doni lagi.
Setelah menerima dana sugu hati didampingi putranya, Kristina yang tampak ceria membawa uang dengan pengawalan pihak PTPN III dan keamanan, berangkat membongkar rumah Kristina secara simbolis. Bahkan Kristina sendiri turut membongkar papan bagian depan rumah yang dijadikan warung, bagian rembok rumah serta bagian belakang.
Usai melakukan pembongkaran secara simbolis, Kristina mengatakan bahwa rumahnya itu dibelinya dari orang lain sekira 10 tahun lalu. “Ya, saya rela meningalkan rumah ini karena lahan ini bukan punya saya. Sekarang sudah cair,” ucap Kristina sembari mengajak warga penggarap lainnya untuk mendaftar menerima sugu hati.
Sementara, Doni mengatakan syarat untuk menerima sugu hati, penggarap menyediakan fotocopy KTP dan Kartu Keluarga (KK). Kemudian, membuat pernyataan bahwa lahan yang mereka kelola selama ini merupakan lahan HGU PTPN 3. Kalau di kemudian ada pihak mengklaim objek areal yang sama, penggarap tersebut harus bertanggungjawab.
“Kami himbau kepada warga yang belum mendaftar, hari ini kami berikan contoh, warga yang telah mendaftar dan langsung kami tunaikan hak yang harus dia terima,” ujarnya dan mengatakan bahwa hari ini, Rabu (26/10) para penggarap dipersilahkan datang ke Posko pendaftaran sebelum dilakukan penutupan pendaftaran.
“Kalau Posko sudah ditutup, kami tetap lakukan tugas kami dalam membersihkan areal dengan melakukan upaya paksa terhadap rumah-rumah penggarap. Upaya itu kita lakukan untuk menyelamatkan asset negara ,” tegas Doni mengakhiri. (In)
Discussion about this post