Kegalauan Ibrahim AS
Nabi Ibrahim AS begitu galau awalnya ketika menerima perintah berqurban ( kurban/korban: Indonesia) dari Allah SWT, karena anak lelaki yang sudah sekitar 80 tahun beliau nantikan kelahirannya itu, justeru dimintakan untuk dijadikan sembelihan oleh Sang Khaliq, sebagai wujud ketaatannya. Beberapa saat Ibrahim berfikir dan serasa sulit menyampaikan perintah tersebut kepada isteri dan anaknya Ismail AS.
Perintah penyembelihan itu, pertama sekali beliau sampaikan kepada isterinya, dengan rasa haru isterinya memberi jawaban “ Jika itu perintah Allah, maka laksanakanlah, demi robb Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih saya ikhlas dan rela Ismail diqurbankan”
Selanjutnya, Ibrahim menjadi semakin galau, dengan cara bagaimana beliau harus menyampaikan perintah Allah tersebut kepada Ismail anaknya. Padahal justeru Ismail yang akan disembelih oleh bapaknya sendiri. Dengan nada lirih dan sedih : “Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” QS Ash Shaffat : 102)
Inilah jawaban cerdas anak soleh, yang ia sadar dan faham, bahwa orangtuanya yang selama ini mengasuhnya adalah orang yang taat beragama serta sangat menyayanginya. Ismail sangat yakin, bahwa bapaknya bukan mengada-ada dalam hal ini. Sudah pasti ini wahyu dan titah Robb yang Maha Perkasa. Dengan segala kerendahan hati, bapak, ibu dan anak patuh atas perintah Tuhan, merelakan apapun demi mendapatkan ridhaNya. Meskipun harus kehilangan salah seorang anggota keluarga yang sangat dicintainya.
Masa Galau Sukses Terlewati
Masa kritis ekskusi terhadap Ismail AS dilaksanakan, dengan tenang dan kepada Allah, Ismail menyarankan kepada bapaknya, agar bapaknya mengikat kedua tangannya supaya dia tidak meronta dan agar menutup pula wajah Ismail untuk menghindari rasa tak tega, karena Ismail khawatir bapaknya membatalkan perintah Allah SWT. Sambil memejamkan mata, Ibrahim menyembelih Ismail yang sudah pasrah dan penuh tawakkal kepada Allah. Ternyata Allah menggantikan sembelihan itu denga seekor kibas yang sangat gemuk berisi dan cantik sekali. Dengan gembira lalu keduanya menyungkur bersyukur kepada Allah SWT, ternyata semua itu ujian belaka dari Allah SWT. Keluarga Ibrahim AS lulus dalam ujian berat ini.
Keluarga Ibrahim AS adalah keluarga yang tercerahkan. Keluarga yang segenap aktivitasnya dilandasi oleh aqidah yang kokoh yang tak tergoyahkan oleh kemilau kepentingan duniawi.
Manusia Tidak Boleh Dikurbankan
Ritual berkurban merupakan ritual ibadah yang paling tua dikenal manusia,sudah ada semenjak manusia diciptakan dan diturunkan ke permukaan bumi ini. Peristiwa pembunuhan Habil oleh Qobil juga boleh jadi karena ritual kurban yang salah satu kurban dari mereka berdua tidak diterima Allah SWT , kemudian muncul sifat iri dan dengki, lalu terbunuhlah satu diantara mereka.
Pada zaman primitif dan agama- agama musyrik terdahulu, biasanya mereka berkurban ternak, buah- buahan, sayuran dan lain- lain untuk Tuhan mereka, bahkan ada agama yang mensyariatkan kurban manusia, seperti masyarakat di tepi sungai Nil, yang setiap tahun menjadikan gadis cantik untuk tumbal bagi Tuhan mereka, dengan menceburkan gadis tersebut ke sungai Nil hingga mati.
Dengan tergantikannya Ismail oleh domba, mengisyaratkan, bahwa manusia tidak halal untuk dikurbankan, meskipun agama para Nabiyullah sejak awal tidak pernah menghalalkannya. Yang pasti dengan alasan apapun manusia tidak boleh jadi kurban (korban). Demi kepentingan popularitas, demi kepentingan politik, jabatan, pangkat, harta,dll. Apa lagi demi kepentingan sesaat mengorbankan rakyat, mengorbankan hak masyarakat, itu semua kezaliman yang sangat besar dan tercela di hadapan Tuhan. Yang harus disembelih dan dikorbankan sebenarnya adalah sifat kebinatangan (nafsu hayawaniyah) yang melekat pada diri kita. Nafsu serakah, sombong, ingin berkuasa, tidak bersyukur, tidak mampu menghargai orang lain dan sifat buruk lainnya. Itu yang harus enyah dari kita. Jiwa binatang kita buang jauh, jiwa ketaqwaan lsmail yang kita warisi, lestarikan dan tanamkan secara mendalam dalam kalbu kita.
Berkurban Dengan Harta Terbaik
Betapa mulianya manusia diciptakan oleh Allah SWT, dikaruniai akal fikiran dan fisik yang bagus, sempurna dibanding makhluk Allah lainnya. Kesempurnaan ini menuntut pula kepada setiap kita, agar memberi dan berkorban dengan yang terbaik, sebagai salah satu wujud kesyukuran atas karunia kebagusan fisik ini. Allah telah menggantikan Ismail dengan kibas yang bagus, gemuk dan sangat menarik, bukan kibas yang sakit atau bercacat. Maka berikanlah yang terbaik dan yang paling kita cintai.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS: Al Baqarah :267)
Berkurban dengan harta yang terbaik adalah sunnahnya Nabi SAW, memberi dengan harta yang kita cintai adalah jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Bukan memberi justeru menyusahkan si penerima. Misalnya ; bersedekah dengan barang yang sudah tak layak pakai, si penerima merasa kesulitan dengan barang tersebut, dipakai sudah usang dan kurang pantas, tidak dipakai terkesan tidak mampu berterimakasih kepada si pemberi.
“ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “ (QS; Ali Imran : 92).
Berkurban, Mengalahkan Rasa Takut
Salah satu esensi berkorban adalah membuang rasa takut, rasa khawatir yang menguasai jiwa, Ibrahim AS yang begitu lama mendambakan seorang anak, lalu dikaruniai anak oleh Allah dan anak tersebut demi kepentingan da’wahnya selalu ditinggal tinggalnya, lalu ketika anak yang disayanginya itu menjelang lincah- lincah dan lucunya, harus dipisahkan dari dirinya dengan disembelih. Beliau sangat khawatir dan takut sekali kehilangan anak tersebut, tapi demi kedekatannya kepada Robbnya beliau harus mengalahkan rasa takut dan khawatir itu semua. Sebab berdamai dengan Allah akan mengalahkan rasa takut dan kekhawatiran pada diri seseorang. Berdekat dengan Allah menjadi pribadi yang nyaman selamanya.
Rasa takut merupakan fitrah manusia, takut miskin, takut mati, takut gagal dalam sesuatu pekerjaan, takut kehilangan jabatan, kehilangan pangkat, kehilangan popularitas dan segudang rasa takut lainnya. Rasa takut adalah sunatullah, namun ketakutan yang berlebihan menjadikan seseorang kehilangan rasionalitas dan logika.
Dengan berkurban, mari kita kalahkan rasa takut itu menjadi rasa optimis bersama Allah SWT. Menjadi pribadi unggul dalam bertaqarub kepadaNya, merelakan pemberian yang dimiliki untuk mencari ridha Allah SWT.
Berkurban bukan sekedar bagi- bagi daging kepada sesame, jauh dari itu berkurban merupakan jalan menapaktilasi ajaran Ibrahim AS dalam memenuhi perintah Allah SWT yang muaranya adalah salah satu wujud cinta sesame dan mencari ridhaNya.
Dalam perjalanan hidup manusia, sangat dibutuhkan pengorbanan, bahkan sejak dalam kandungan, anak manusia sudah menerima pengorbanan. Ketika jutaan sel sperma saling berkejaran untuk mencapai ovum, jika salah satu sel sperma telah mendapatkannya, maka jutaan sel yang lain harus rela berkurban diri untuk mati demi kita- kita ini. Jutaan sel saudara- saudara kita harus mati demi kehidupan kita. Maka sudah seharusnya kita tidak akan berani lagi mengorbankan manusia lain demi kehidupan kita setelah terlahir di dunia ini. Tapi juteru kitalah yang harus berani berkorban. Korban harta, fikiran, perasaan bahkan bila perlu korban jiwa demi tegaknya nilai- nilai kemanusiaan dan kebenaran.
Bangsa dan Negara ini juga membutuhkan pengorbanan, para pahlawan telah mengorbankan yang mereka miliki, harta, darah, keluarga bahkan jiwa mereka sendiri, demi tegaknya marwah bangsa di kancah dunia. Wujudnya adalah kita dapat berdiri tegak dan memiliki harkat yang mulia dengan kemerdekaan sumbangsih pendahulu kita.
Di era serba digital saat ini, ketika manusia bersikap egocentris dan hilangnya rasa kepedulian dan kebersamaan, maka menjadi manusia yang rela berkorban merupakan peristiwa langka yang sangat membutuhkan keberanian yang heroik. Lalu kalau kita belum juga berani mengambil peran itu hari ini, maka siapa dan kapan perjuangan akan terwujud?
Semoga di Hari Raya Idhul Qurban tahun ini, kita mampu merajut kebersamaan dalam meniti untaian hari- hari dibingkai ridha Ilahi. Semoga (Asmen,S.Pd.,MM : Sekretaris PR Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun)
Discussion about this post