Kata Politik berasal dari Bahasa Yunani Polis yang berarti kota. Dalam konteks Yunani Kuno saat itu, kota adalah negara. Politik pada awal kelahirannya dipahami sebagai segala daya upaya untuk menciptakan kebaikan bagi Rakyat, Bangsa dan Negara.
Pada awalnya politik adalah positif untuk menciptakan kebaikan bersama. Negara menjadi sarana untuk menciptakan kebijakan politik untuk mengatur atau mengelola negara, sehingga kebaikan bersama bisa terwujud.
Makna kata Politik kemudian mengalami pergeseran sehingga menjadi berkonotasi negatif. Pergeseran terjadi karena politik yang seharusnya diselenggarakn oleh para negarawan karena merekalah yang memiliki perspektif komprehensif untuk membangun negara.
Politik itu luhur dan mulia tetapi realita kenyataannya politik seringkali justru dikuasai oleh orang-orang dengan kualitas medioker, bahkan bisa lebih rendah lagi hanya karena mereka memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi serta isi tas yang tebal, diantara mereka adalah para aktor yang tidak memiliki rekam jejak dalam politik, tetapi menjadi sangat populer karena sering melakukan pertunjukan politik atau media elektronik atau gencar diliput berbagai media.
Saat ini popularitas itu juga dimiliki para aktor dalam arti sesungguhnya melalui media infotainment dan elektronik. Politisi medioker dengan kualifikasi tanpa rekam jejak dalam dunia politik melalui iklan politik yg masif dan gencar di berbagai media.
Merekapun menjadi iklan politik yang menampilkan diri sebagai yang bukan karakternya sendiri. Dari sini kekuasaan politik kemudian mengalami degradasi fungsi karena berada di tangan orang-orang yang tidak memiliki kualifikasi untuk mengelola dan menata sebuah negara.
Selain itu kata politik oleh sebagian besar orang kemudian dipahami secara salah karena dianggap gabungan dua kata poli yang berarti banyak dan tik yang diartikan sebagai taktik inilah yg menjadi awal mula pandangan keliru bahwa politik adalah banyak taktik.
Pemahaman ini semakin memperkuat definisi politik adalah banyak takti. Definisi dari pemikir politik barat diantaranya Laswell yang megatakan bahwa Politik sekadar sebagai siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana (Who gets What, When and How).
Tidak pernah terpikir pertanyaan mengapa berpolitik ? Tidak adanya pertanyaan mengapa itulah yg menyebabkan kekuasaan politik menjadi sebuah cita-cita. Jabatan menjadi tujuan akhir dalam aktifitas politik.
Padahal kekuasaan yang merupakan implikasi dari jabatan sesungguhnya sebagai sarana untuk menjawab mengapa kekuasaan mesti diperebutkan dalam mekanisme politik yang kompetitif ? Atau kalaupun ada muncul pertanyaan mengapa mesti berpolitik ?
Jawabannya adalah orientasi material yang disebabkan kedangkalan cara berfikir, telah terjadi karena politik telah dikuasai oleh kalangan medioker yang tidak terbiasa berfikir mendalam, hanya ingin mengubah kehidupan sendiri menjadi lebih baik dengan kekayaan materi yang bisa didapatkan lebih mudah dengan menggunakan kekuasaan politik. Inilah yang menyebabkan politik yang seharusnya baik menjadi bercitra buruk jadi penyebab kerusakan.
Pertanyaa saat ini adalah siapa yg bertanggung jawab dengan kondisi politik di NKRI ? Tentunya para pemilih yang memilih mereka yang terpesona dan yang terbuai dengan ucapan manis para aktor dan secara tidak sadar turut serta mengorbitkan para aktor politik tersebut ke panggung politik.
Selamat dan sukses kepada daftar pemilih tetap (DPT) untuk memilih calon pemimpin Pilkada 2020. (Penulis Pemerhati Sosial, Budaya dan Politik)
Discussion about this post