P.Siantar, Aloling Simalungun
Banyaknya kasus kekerasan seksual yang dialami anak dan perempuan di Sumatera Utara mendorong perempuan gereja di Sumatera Utara bersuara tentang pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Hal ini disampaikan dalam webinar yang diselenggarakan oleh Peruati Tanoh Simalungun, Peruati Pasti Sumut, PWKI dan Seksi Inang Sinode GKPS dan didukung oleh United Evangelical Mission Region Asia.
Webinar ini dilaksanakan dalam rangka Hari Perempuan Internasional dengan membuat dua seri webinar pada tanggal 9 Maret 2021 (untuk melihat konteks Sumatera Utara) dan 10 Maret 2021 dengan menghadirkan narasumber dari tingkat lokal dan nasional.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Simalungun, Hormauli Purba mengatakan bahwa setiap bulan mereka menerima rata rata dua pengaduan kasus kekerasan seksual.
Umumnya korban adalah anak dan remaja putri, pelakunya adalah orang yang terdekat.
Olehnya kerjasama semua pihak termasuk peran gereja sangat dibutuhkan untuk penghapusan kekerasan seksual.
Informasi dari anggota DPR RI Diah Pitaloka, menyebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ini telah masuk dalam daftar prolegnas prioritas tahun 2021.
Namun harus berjuang lebih keras lagi dengan adanya upaya penolakan terhadap RUU ini terutama di ruang publik terutama pertarungan opini yang dihadapkan dengan perspektif agama.
Sementara itu peran gereja dalam perlindungan terhadap korban kekerasan seksual sangat penting dan strategis.
Pdt Tuhoni Telaumbanua, Ephorus BNKP mengatakan bahwa perjuangan penghapusan kekerasan terhadap perempuan telah lama disuarakan oleh gereja-gereja melalui lembaga-lembaga seperti WCC, UEM, CCA dan LWF. Olehnya, sinode BNKP memiliki kebijakan yang jelas terhadap pelaku kekerasan seksual dan perlindungan terhadap korban di lingkungan gereja BNKP.
Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum PGI mengatakan memang tak dapat dipungkiri bahwa di lingkungan gereja sebagai tempat yang dianggap aman bagi siapa saja juga berpotensi menjadi tempat untuk melakukan kekerasan seksual.
Oleh karena itu gereja berperan untuk mengkampanyekan menghentikan kekerasan seksual ini. Misalnya melalui pendidikan sejak dini, membuat pedoman pencegahan kekerasan seksual saat konseling, melalui katekisasi tentang hal ini yang tujuannya untuk menjernihkan pikiran.
Narasumber dari Komnas HAM Veryanto Sitohang dan Ketua Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (BPN PERUATI) Pdt Darwita Purba mengatakan pentingnya kampanye penghapusan kekerasan seksual karena keterbatasan informasi yang diperoleh masyarakat sehingga dapat memecah kebisuan.
Dalam diskusi dengan para peserta, selain mendesak disahkannya RUU PKS ini juga mendorong gereja-gereja untuk membuat Code of Counduct (CoC) Pencegahan Kekerasan Seksual di lingkungan gereja sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi siapa saja. Selain itu, lingkungan keluarga dan lingkungan tinggal menjadi tempat yang strategis untuk sosialisasi stop kekerasan seksual.(rel)
Discussion about this post