KEHADIRAN Bulan Suci Ramadhan merupakan momen sakral yang sangat dinanti oleh setiap muslim. Bulan yang penuh berkah dan rahmat Allah SWT tersebut menempati posisi tersendiri di hati orang beriman. Padanya setiap muslim diwajibkan untuk berpuasa .
Secara syar’i puasa adalah menahan makan, minum, hubungan suami isteri dan aktifitas lainnya yang membatalkan puasa tersebut, sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.
Puasa yang berarti menahan, sebagaimana tersebut pada alinea di atas, merupakan wujud, bahwa tubuh kita yang kita kuasai ini, ternyata harus tunduk kepada yang lebih berkuasa, penguasa tunggal pemilik utuh yang sebenarnya yaitu Allah SWT.
Ketika Allah perintahkan untuk meninggalkan makan, minum atau berhubungan suami isteri, meskipun hal- hal tersebut halal, namun wajib dihindari dan hal itu menjadi haram ketika Allah perintahkan berpuasa sampai datang waktunya kita berbuka.
Hal ini mendidik kita, agar kita tidak sembarangan memasukkan apa saja (asal bersisik ikan) ke dalam perut kita, layaknya lubang sampah yang tidak mampu memilih dan memilah barang yang layak konsumsi atau barang sampah busuk yang wajib dibuang atau dihindari.
Kehadiran Ramadhan dan aktifitas di dalamnya memberikan kesadaran bagi umat, agar perutnya tidak menjadi kuburan bagi orang lain. Perutnya tidak terisi oleh air mata, darah dan keringat orang lain yang tidak halal. Apalagi terisi duka nestapa kaum dhu’afah (orang lemah), yang karena ketidakberdayaannya dimanfaatkan untuk menggemukkan diri dan keluarganya.
Kehadiran Ramadhan membingkai kesadaran suka berbagi kepada orang lain, tidak memindahkan tanah dan ladang mereka ke dalam perut kita. Tapi justeru kita mampu peduli dan memberikan bantuan atau solusi yang dihadapi mereka orang- orang tak mampu.
Sebagaimana pesan Idhul Fithri untuk menunaikan zakat guna menyejahterakan orang yang butuh atau dalam kondisi serba kekurangan. Sehingga tidak terjadi jurang pemisah status sosial kemasyarakatan yang dapat menimbulkan instabilitas dalam kehidupan.
Hampir semua aktivitas ibadah umat Islam disamping memiliki dimensi spiritual vertikal (hablun minallah) juga terkandung dimensi sosial horizontal (hablun minannas), yaitu hubungan kepada Allah dan hubungan sesama makhluqNya, termasuk puasa Ramadhan yang segera datang saat ini. Sehingga jika kehadiran Ramadhan belum dapat merubah eksistensi ibadah sosial kita, maka kita termasuk orang yang gagal merangkai ibadah yang sesungguhnya kepada Allah SWT.
Nabi bersabda : “Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. Dan celakalah seseorang, bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orangtuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam surga (yaitu sang anak berbakti kepada keduanya)” (HR Tirmidzi).
Dan wujud diampuni Allah dan berterimanya ibadah Ramadhan adalah terjadinya perubahan terhadap diri menuju lebih baik dibanding sebelum masuknya Ramadhan. Disamping keshalehan pribadi yang menjadi lebih tawadhu’, tidak ketinggalan keshalehan sosial juga makin menjadi aktifitas yang terealisasi dalam kehidupan ini.
(Asmen, S.Pd.MM : Pengawas SMK Kemdikbud Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun)
Discussion about this post