SETIAP kali kita mengakhiri Ramadhan dan mendapatkan Syawal kita selalu berdo’a kepada Allah SWT, agar kita dipertemukan pada bulan Ramadhan berikutnya. Lalu Allah SWT kabulkan permohonan kita tersebut dan kita saat ini berada pada bulan yang kita mimpikan tahun lalu untuk bertemu.
Padahal tidak semua Ramadhan dapat menjadi rahmat dan maghfirah bagi seseorang, tapi boleh jadi kehadiran Ramadhan itu menjadi boomerang yang sangat berbahaya bagi orang yang tidak pandai memanfaatkannya.
Tidak ubahnya keinginan dan do’a seseorang yang bercita- cita dikarunia umur panjang, tetapi tidak menambah kecuali dosa dan kemaksiatan.
Demikian pula hadirnya Ramadhan pada rangkaian perjalanan hidup kita di dunia. Jika tidak ada perubahan hasil tempahan selama bulan suci tersebut, maka tidak menambah kepada kita kecuali keburukan, khususnya ketika kita berhadapan dengan Sang Pencipta di hari akhir nanti.
Sebagaimana hadits Nabi SAW :
” Celakalah seseorang, yang aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. Dan celakalah seseorang, yang bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orangtuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam surga ( yaitu sang anak berbakti kepada keduanya)” (HR Tirmidzi).
Pernyataan “celakalah seseorang, yang bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan” bahwa suatu yang nista bagi umat Muhammad SAW yang mendapatkan Ramadhan tapi dosa belum terampuni, sehingga begitu tajamnya boomerang Ramadhan menghunjam dan mengarah kepada kita, ketika kita tak mampu mengambil posisi yang bermanfaat atas bulan maghfirah dimaksud hadir bersama kita saat ini.
Lalu bagaimana langkah kita agar kita tidak merugi dalam menemui bulan Ramadhan ini ?.
Pertanyaan klasik dan terkesan untuk mencari pembenaran dalam aktifitas pribadi dalam mengisi untaian hari- hari bulan Barokah ini.
Padahal dalam Islam berkaitan dengan ibadah dan amaliyah lainnya, baik yang berhubungan vertikal dengan Allah maupun hubungan secara horizontal sesama makhluq tidak boleh kendur pada setiap zaman, bahkan sudah seharusnya meningkat terus sebagaimana Rasulullah SAW menyatakan, bahwa seseorang yang keadaannya hari ini sama dengan kemarin, mereka orang yang merugi, dan jika keadaannya pada hari ini lebih buruk dari kemarin, mereka orang celaka.
Tapi orang yang keadaannya pada hari ini lebih baik dari kemarin, maka merekalah orang yang beruntung.
Maka dapat dipastikan agar tidak merugi atau celaka, kita harus berubah setiap saat untuk menjadi yang lebih baik. Ibadah meningkat dan buah ibadahnya juga bermutu, yaitu amaliyah sosial kemasyarakatan yang terus lebih baik. Semoga (***).
Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemdikbud Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun)
Discussion about this post