SUDAH menjadi sunatullah (kodrat ) manusia, lahir ke dunia ini membawa watak atau sifat ego sekaligus membawa sifat sosial. Maka sifat yang mana yang lebih dominan pada diri seseorang akan menjadi ciri khas watak atau sifat seseorang tersebut.
Kedua sifat tersebut bukan untuk dibunuh sama sekali, hanya saja. jika sifat ego (ananiyah) lebih dominan , maka sifat tersebut akan merugikan diri sendiri dan orang banyak. Maka yang diperintahkan adalah mengendalikan ego diri.
Sifat ego (ananiyah) salah satu sifat hewan, yaitu mementingkan diri sendiri, bahkan mau menang sendiri tanpa hirau dengan orang lain. Semua hal berorientasi bagi keuntungan diri sendiri, meski terkadang harus mengorban hidup orang banyak.
Semua hal diukur dengan kebutuhan pribadinya. Padahal setiap manusia tidak mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, sejak dari lahir hingga meninggal sudah pasti semua dapat berjalan karena bantuan orang lain.
Hanya saja ego yang sudah membingkai segenap pikiran dan jalan hidupnya, membuat seseorang lalai dan lupa eksistensi orang lain terhadap dirinya.
Ramadhan hadir dalam kehidupan manusia membawa sifat sosial , dimana salah satu tujuan ibadah puasa pada bulan ini adalah untuk turut merasakan laparnya orang- orang yang tak mampu atau para kaum miskin yang kesulitan memperoleh makanan.
Peduli kepada orang miskin tidak cukup hanya melalui seminar atau sekedar saran dan wejangan belaka, tanpa turut merasakan apa yang menjadi beban dalam keadaan berlapar dahaga dalam meniti hidup mereka. Maka dengan puasa di bulan Ramadhan, diharapkan setiap muslim mampu mengendalikan sikap dan sifat ego diri menjadi sifat ingin berbagi dengan orang lain.
Sifat berbagi ini merupakan hal dasar bagi kemanusiaan kita, jika kita ingin menjadi manusia yang dimanusiakan oleh orang lain maupun Sang Khaliq.
Berakhirnya puasa Ramadhan di awal Syawal, langsung Allah SWT ingin bukti kepedulian wujud dari hasil Ramadhan dengan menagih zakat kepada pelaku puasa. Boleh jadi bagi si penerima menjadi modal hidup di hari Syawal sebagai tali silaturahim sekaligus soliditas sang pemberi. Tapi juga sebagai ketundukan kepada Tuhan Sang Pemberi Rezeki dan Pemberi Hidup.
Jika berakhirnya Ramadhan, namun belum juga tumbuh sifat suka berbagi atau masih kuatnya sikap ego, berarti Ramadhan gagal menempah pribadi kita. Berarti jalan taqwa yang dibentangkan Allah selama Ramadhan belum kita lalui. Belum mampu memberi kesan dan pesan meski kita telah puluhan kali melintasinya selama hidup ini.
Rasul SAW bersabda “Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman, sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahui” (HR At Thabrani).
(Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemdikbud Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun)
Discussion about this post