HARI ini hari kedua masjid kami nyaman, sunyi dan kami sangat khsyu’ beribadah shalat di dalamnya.
Beberapa jamaah mengatakan “Baru kali ini aku dapat melakukan shalat khusyu’ di masjid, selama ini sangat sulit dirasa untuk mencapainya”.
Pasalnya pihak pengelola masjid melarang anak-anak shalat di masjid, menurut mereka kehadiran anak-anak di masjid suka berbuat onar dan bising dengan suara riuh rendah dan bertengkar saja. Sehingga menurut pihak jamaah dan pengelola, kesertaan anak-anak mengganggu konsentrasi ibadah di masjid.
Maka anak-anak tak perlu dilibatkan di masjid sebelum mereka dewasa. Beberapa orang terpaksa harus pindah masjid, karena merasa tidak nyaman dengan berjamaahnya anak-anak bersama mereka, bahkan ada yang shalat di rumah saja.
Sebuah pemikiran keliru, kalau tidak boleh dikatakan sesat.
Ternyata kita lebih senang dan bangga bila anak-anak kita bertekun, duduk diam bersila dan khusyu’ di depan televisi atau handphone dan gadged mereka, dibanding mereka berlari lalu lalang, karena ketidak fahaman mereka ketika berada dalam masjid.
Lalu bila kita telisik keberadaan kita ketika kita masih kanak- kanak dahulu. Sudah berapa kali tersepak kepala orangtua yang sedang shalat berjamaah di masjid oleh kaki kita.
Atau sudah berapa kali,bahkan mungkin puluhan kali kita dibentak Pak Ogah petugas kebersihan kenaziranmasjid, ketika kita membuat gaduh di masjid. Tapi orangtua dan para ustadz terdahulu tetap sabar memberikan nasihat dan tuntunan kepada kita, agar kita sopan dan mengetahui etika shalat berjamaah di masjid.
Lalu bagaimana jika kita usir dan pisahkan mereka dari masjid, maka siapa nanti yang akan melanjutkan estafet kehidupan berislam selanjutnya.
Berarti kita telah membunuh benih- benih iman mereka.
Kita yakin sepuluh atau duapuluh tahun ke depan dapat dipastikan, bahwa masjid kita akan benar- benar nyaman dan sepi, sunyi dari jamaah bagai rumah hantu di ujung jalan pekuburan.
Banyak ulama berpendapat, bahwa shalat berjamaah itu nilainya besar, bahkan 27 kali lipat daripada bersendiri, maka berjamaah itu lebih utama dari pada khusyu’, namun demikian bukan berarti kita boleh berkepanjangan dalam ketidak khusyu’an. Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita sebagai jamaah maupun pengelola masjid agar anak- anak tetap senang beribadah di masjid dan tidak menimbulkan kegaduhan, hanya karena mereka masih anak-anak.
Perlu kiranya kita , baik sebagai jamaah maupun pengelola masjid, memenej keaktifan dan kreatifitas anak- anak kita arahkan untuk hal- hal yang positif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Mengusir mereka dari masjid bukanlah langkah bijak, tapi justeru akan menjadi boomerang bagi kita.
Mereka adalah anak- anak kita, kemenakan kita, cucu kita atau cicit kita yang akan mewarisi watak, kreatifitas dan eksistensi kita pada masa yang akan datang.
Mereka bukan robot dan bukan musuh masjid, tapi mereka adalah para pendukung masjid yang akan eksis dan mungkin lebih eksis dari kita di masa depan, terutama ketika, aku, kau dan teman lainnya sudah kembali menghadap Tuhan Yang Esa, mati dan akan ditanya olehNya, sudah sejauhmana kita mewariskan Islam kepada mereka.
Lalu jawaban kita “Mereka telah kami pisahkan dari Islam dan masjid” , maka hukuman apa yang pantas kita terima?(***).,
(Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemdikbud Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun)
Discussion about this post