“UNTUNG saja kami dapat uang dari serangan fajar, kalau tidak maka tidak ada biaya untuk berobat anakku” kata seorang lelaki yang baru saja pulang dari rumah sakit Pemerintah Daerah membawa anak bungsunya berobat akibat beberapa hari belakangan ini diserang panas tinggi.
Meski sekarang sudah relatif menuju sehat.
Dari pengakuannya, pada pemilihan kepala daerah yang baru saja berlalu, keluarganya mendapat durian runtuh berupa uang yang diselipkan di bawah pintu depan rumahnya.
Menurutnya uang tersebut lumayan banyak, sebesar tiga ratus ribu rupiah yang dimasukan dalam amplop lengkap dengan gambar sang calon kepala daerah yang ikut dalam kontestan PILKADA tahun ini. Bapak muda tersebut mengatakan, bahwa uang sogokan atau “Money Politic” tersebut merupakan rejeki nomplok yang seolah embun malam yang menetes di tengah gurun gersang.
Calon Kepala daerah yang mengirim uang kepadanya tersebut seolah menjadi “Dewa Penyelamat “ anaknya yang sedang sakit.
Namun, apakah benar uang hantu tersebut merupakan rejeki gratis atau harus dipertanggungjawabkan di hadapanNya nanti? Maka ada hal kurang proporsional dalam pola pikir lelaki tersebut.
Tapi memang sampai di situ pengetahuannya terhadap money politic. Dia hanya berpikir sesaat, dengan kata lain secara sederhana dia mengatakan, bahwa yang memberinya uang, merekalah yang kita pilih.
Allah SWT berfirman “ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS:Asy-Syura : 30 )
Bila kita berkenan menelisik firman Allah tersebut, maka pada hakikatnya bahwa setiap musibah atau bencana (termasuk ) penyakit yang menyerang manusia adalah akibat ulah perbuatan manusia itu sendiri.
Lalu , apakah serangan fajar bukan bentuk pelanggaran terhadap larangan Allah SWT? Karena termasuk Rasuah atau suap yang menimbulkan dosa.
Hanya saja diantara kita masih ngeyel, bahkan dengan bangga hal itu sebagai uang penghargaan dari calon. Padahal boleh jadi, bila kita menolak pemberian berujung dosa tersebut, maka anak kita tidak akan sakit.
Jadi sakit yang datang kepada anak tersebut boleh jadi sebagai peringatan awal dari Allah, agar tak mengulangi lagi perbuatan yang sama.
Boleh jadi pula, bahwa pemberian itu menjadi subsidi silang dengan biaya rumah sakit. Karena tak ada” makan siang gratis”
Dalam sebuah pertemuan dengan dewan guru Sekolah Menengah Swasta di Kota ini, beberapa orang guru mengeluhkan honor yang relatif rendah, yaitu sekedar Upah Minimun Regional (UMR). Lalu saya Tanya kepada mereka ”Berapa honor yang Bapak Ibu Guru minta dan harapkan. Lima juta, delapan juta atau lima belas juta rupiah tiap bulan?” Anehnya tak satupun diantara mereka yang menjawab, mereka hanya tersenyum, mereka ragu terhadap ketulusan dan keikhlasan mereka bekerja sebagai guru yang berbasis sosial.
Mereka saling berpandangan dan tetap diam.
Lalu saya melanjutkan pertanyaan kepada mereka “Apakah anak- anak Bapak dan Ibu sehat ?”
Serentak menjawab “Sehat Pak!”
“Isteri, suami, orangtua, mertua, apakah mereka juga sehat?”
“Sehat semua Pak!”
“Okey, maukah Bapak dan Ibu hari ini diberi honor dua puluh juta, tapi anak atau orangtua di rumah dalam kondisi sakit?”
Serentak mereka menjawab “Tidak, kami gak butuh dua puluh juta itu, kami lebih milih sehat pak”
Saya menutup percakapan itu dengan santai “Maka pada hari ini, hakikatnya Bapak dan Ibu telah mengantongi dua puluh juta lebih yang disubsidi silang dengan kesehatan keluarga Bapak Ibu”
Terkadang kita selalu berpikir, bahwa nikmat Tuhan yang dikirim kepada kita selalu kita ukur secara materi atau fulus, pokoknya uang dan diuangkan.
Sesungguhnya Tuhan memberikan karuniaNya sesuai kebutuhan kita. Namun kita selalu meminta sesuai keinginan kita.
Padahal keinginan tidak ada tolok ukurnya, Rasulullah SAW bersabda “Jika seseorang diberi satu lembah emas, maka ia akan menginginkan lembah kedua”.(***)
Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemendikbud Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun
Discussion about this post