LELAKI berbadan kekar tersebut sepertinya tidak dapat menahan kemarahannya, segala serapah ia tumpahkan kepada dua orang wanita yang berseragam putih yang ada didepannya. Meski kedua wanita muda tersebut sudah berkali- kali dengan sabar menjelaskan tentang hal yang dimaksud lelaki tersebut.
“Saya datang hanya mengharapkan satu kantong darah, anak saya sedang membutuhkannya, dia sedang sekarat di rumah sakit” kata lelaki tegap yang memakai kaos berlogo salah satu produk susu terkenal.
Dia adalah Arjuna, lelaki berusia empat puluhan. Dia memaksa agar pihak PMI segera menyediakan darah untuk transfusi bagi anaknya yang terkena serangan demam berdarah.
“Stok darah dari golongan darah anak bapak habis pak, kalau bapak berkenan cari orang yang darahnya segolongan dengan darah anak bapak yang bersedia diambil darahnya , bukan kami diskriminasi seperti yang bapak tuduhkan tadi” salah seorang perempuan berjilbab menjelaskan.
“Nih ! kartu saya bukti saya sudah berkali- kali secara sukarela donor darah di sini, sudah puluhan liter darah saya diambil kalian di sini, masak minta satu kantong saja kalian gak bisa usahakan, apa saja kerja kalian di sini? “ marahnya terus memuncak, kendati penjelasan sudah diberikan.
“Mulai hari ini saya gak sudi donor darah lagi, enak saja kalian sedot darah saya, tiba saatnya mendesak saya butuh untuk anak saya ternyata darah gak ada, alasan stok nihil, jadi gak ada gunanya saya selama ini menjadi pendonor, brengsek semua!” Itulah ungkapan terakhir lelaki itu sebelum meninggalkan tempat dan akhirnya pergi meninggalkan kantor PMI.
Ketika kekalutan dan kemarahan menyatu, maka sangat sulit bagi kita untuk berpikir normal dan sungguh berat untuk menerima penjelasan. Pada saat yang sama kita akan membenarkan segala pendapat kita sendiri, dengan ungkapan- ungkapan yang terkadang tidak pada tempatnya, pokoknya kita muntahkan semua kepada mereka yang seolah menjadi lawan kita.
Bila kita sadar, bahwa semua orang juga pernah mengalami hal yang sama dengan kita, pernah kalut karena sesuatu hal, pernah sakit, pernah kecewa, namun mengapa mereka dapat mengendalikan diri? Tak lain karena kesadaran, bahwa semua orang lemah seperti kita dan semua harapan dan keinginan tidak wajib terpenuhi. Karena kita bukan Tuhan yang bisa berbuat “KUN” fayakun, “JADI” maka terjadi.
Kita manusia dhaif yang sangat lemah dan membutuhkan pertolongan sesama, terlebih-lebih pertolongan Tuhan, melalui marah pertolongan tidak akan datang.
Hadits Nabi SAW , Dari Abu Hurairah RA, ia berkata.
Ada seorang lelaki meminta nasihat kepada Nabi SAW “Berilah aku wasiat” Nabi SAW menjawab “Janganlah engkau marah” lelaki itu mengulang- ulang permintaannya, namun jawaban Nabi tetap sama “Janganlah engkau marah” (HR.Bukhari).
Terkadang marah selalu menutup akal sehat, sehingga ketika marah itu reda, barulah muncul penyesalan atas segala tindakan kita ketika saat marah. Bahkan sampai bersumpah untuk tidak akan berbuat baik lagi.
Semua orang maklum, bahwa memberikan darah kepada orang lain merupakan amal sholeh, lalu jika kita bersumpah untuk tidak akan melakukan amal sholeh lagi, amu jadi apa kita.
Firman Allah SWT “ Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah(perdamaian) di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: Al Baqarah ; 224).
JIka stok darah habis, berarti banyak orang butuh atau tidak ada orang yang sudi donor, jadi kita sedang dibutuhkan, maka menghindar atau kecewa tidak donor lagi bukan hal yang terpuji. Justeru di sanalah letak kemuliaan kita. Karena sudah seharusnya kita tak perlu menuntut atas jasa sosial kita, jika memang tak mungkin terpenuhi.
Rasul SAW bersabda “Bersedekahlah kamu kepada orang miskin dan orang yang kikir” Lalu apa hikmahnya bersedekah kepada kedua golongan ini.
Pertama: Bersedekah kepada orang miskin, supaya kita tidak menuntut balas. Apalagi agar mendapat imbalan yang lebih besar, untuk makan mereka saja mereka sudah kembang kempis. Sehingga kita ikhlas tanpa reserve.
Kedua : Bersedekah kepada orang kikir , sama juga halnya. Jika kita tahu mereka adalah kikir, maka otomatis kita maklum dan tidak mengharapkan balasannya. Namanya juga orang kikir sudah pasti susah digigit. Disamping itu juga akan menimbulkan kesadaran bagi si kikir “Aku pelit, namun mereka tetap bloboh (suka memberi: Jawa) kepadaku, nanti sekali-kali aku gantian memberi, terus-terusan diberi juga gak enak dan malu”.
Maka marilah kita terus berbuat baik di segenap kesempatan dan tempat, jangan bosan jadi orang baik, sebab dunia masih membutuhkan orang yang baik dan orang yang benar. Termasuk butuh kita dengan sentuhan- sentuhan yang manusiawi dan yang menyelamatkan semuanya. (***)
Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemendikbud Provinsi Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun
Discussion about this post