BAGI setiap muslim menjelang sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan hari yang sangat krusial dan malam – malam harinya adalah malam yang sangat ditunggu-tunggu.
Mereka sudah maklum bahwa pada salah satu malam di hari- hari sepuluh akhir itu ada malam yang sangat istimewa, yang dikenal sebagai “Lailatul Qadar” yang dalam Al Qur’an dijelaskan ;
“ Malam kemuliaan (Lailatul Qadar) itu lebih baik dari seribu bulan”. (QS; AlQadar : 3) Bahwa nilai malam tersebut masih jauh lebih baik dari seribu bulan atau sekitar 83 tahun. Dari sepuluh malam terakhir itu yang masuk nominasi adalah malam- malam ganjilnya.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Aisyah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Carilah Lailatulqadar itu pada tanggal ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadan,” (H.R. Bukhari).
Dalam berbagai penjelasan Nabi terkait malam Qadar tersebut, bahwa hal yang harus kita lakukan adalah memperbanyak atau meningkatkan ibadah termasuk mutu ibadah itu sendiri dengan muara yang jelas yaitu bermohon keampunan dosa, lalu Allah ampuni.
“Allahumma innaka ‘afuwwun kariim tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii” Artinya: Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Pemurah, dan menyukai memberikan maaf, maafkanlah aku”.
Namun apakah hanya di bulan Ramadhan saja LailatulQadar itu hadir, apa pada malam- malam bulan lain dia enggan untuk menyapa kita?
Dalam buku Renungan Tasawuf, Buya Hamka punya pendapat bahwa Amirul mukminin yaitu Umar bin khattab mendapat Lailatul qadr di luar Ramadhan.
Suatu malam yang kata Hamka menentukan arah hidup manusia yang awalnya benci dan ingin membunuh Rasul berubah memeluk Islam. Umar peroleh usai membaca surah Thaha. Selain Umar, orang sholeh seperti Fudhail bin Ayyadl dan syeikh Muhammad Jamil Jambek memperoleh anugerah yang nilainya lebih seribu bulan.
Masih kata Hamka, “Maka untuk mendapat anugerah suasana pendek Lailatul qadr, yang nilainya lebih seribu bulan, adalah hati yang ikhlas dihadapkan semata-mata kepada Allah. Mulailah dahulu dengan kesadaran adanya diri sendiri, kemudian lihatlah dan renungilah alam sekeliling”. (Renungan tasawuf, 2002, hal 73-76).
Maka jika kita boleh simpulkan, menurut Hamka tersebut adalah ”setiap titik balik seseorang dari yang memaksiati Allah SWT kemudian 180 derajat saat itu berputar menjadi orang yang paling takut, sehingga menjadi orang yang taat, maka saat itu baginya nilainya jauh lebih baik dari seribu bulan dari perjalanan hidup yang ia jalani, Maka malam perubahan itu boleh jadi disebut malam”Lailatul Qadar” baginya, walau hal itu terjadi pada malam di luar Ramadhan.
Kita masih ingat, Freddy Budiman sang Bandar narkoba terbesar di Indonesia, ketika beliau ditangkap pihak berwajib, maka dalam keterasingannya di bui, ia menemukan kesadaran yang menjadi titik balik baginya untuk mentaubati dan menyesali perbuatan dosa besarnya, karena telah mengedarkan barang haram tersebut kepada banyak manusia dan merusak mereka yang menjadi konsumennya.
Sudah pasti dosanya sangat besar sekali. Ia menyesali dan terus menangis, dalam kesehariannya di lapas ia isi dengan shalat wajib dan shalat nawafil lainnya, baca Qur’an mengkhatamkannya sehari tiga kali dan aktif di pengajian lapas.
Maka boleh jadi Freddy pada saat itu telah mendapatkan satu waktu yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Waktu yang menjadikan dirinya berubah untuk menjadi baik, walau akhirnya harus diakhiri dengan hukuman mati baginya. Ya itu konsekwensi dari profesinya yang harus ia tanggungjawabi.
Dengan paparan ini, bukan berarti kita harus menjadi orang bejat dulu baru berubah menjadi orang bertaqwa, umur Allah yang atur dan tentukan, maka menjadi orang bertaqwa sejak awal adalah pilihan bijak dan pilihan terbaik bagi kita. Menjadi orang baik tidak harus dijewer dulu baru berubah, tapi jauh lebih baik ketika kesadaran itu datang kepada kita tanpa harus menerima hukuman terlebih dahulu.
Dengan demikian, ciri orang yang mendapatkan Lailatul Qadar terutama di sepuluh hari akhir Ramadhan adalah orang yang telah berubah keadaan dirinya menjadi lebih baik setelah keluar Ramadhan dibanding sebelum memasuki Ramadhan. Kalau belum ada peningkatan yang signifikan, baik kwalitas ibadah maupun kuantitas, kepedulian terhadap sesama masih biasa- biasa saja, maka Lailatul Qadar tak berlaku bagi kita tahun ini.(***)
Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemendikbud Provinsi Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun
Discussion about this post