ACARA serah terima jabatan antara aku dengan Kepala SMK yang baru, dilaksanakan seminggu setelah pelantikan beliau menggantikan .
Acara tersebut dilaksanakan atas inisiatif kami berdua dan didukung oleh segenap warga sekolah, namun tidak ada satu orang pejabat daerah yang diundang, karena bukan acara resmi Pemerintahan seperti sekolah- sekolah yang lain.
Ada kesan mendalam bagiku, ketika Dewan Guru dan Kepala SMK yang baru menyematkan kain ulos kepada kami pasangan suami isteri,aku dan isteriku, sambil mengucapkan kata “Horas…Horas” yang berarti mereka mendo’akan keselamatan atas kami khususnya aku yang melepas jabatan Kepala SMK. Kami semua bahagia saat itu.
Ulos merupakan lambang kasih sayang dan penghormatan kepada si penerima, cara pembuatannya juga tidaklah mudah, butuh keahlian khusus terutama jika ditenun secara manual.
Ditenun atau dipintal dari benang pilihan yang dipersiapkan dengan baik dan matang, sehingga menjadi kokoh dan kuat dan biasanya bernilai tinggi serta mahal harganya.
Lalu apa jadinya , jika tenunan yang sudah kokoh dan kuat tersebut diurai, kemudian kita ingin memintalnya lagi. Sebuah pekerjaan yang jauh lebih berat dan lebih sukar tentu, karena benang sudah kusut dan tak beraturan lagi.
Jika aktivitas dalam bulan Ramadhan sejak awal hingga akhir kita ibaratkan, bahwa kita selama sebulan beribadah utuh sedang menguntai atau merajut taqwa yaitu memintal Iman dalam dada, lalu benar- benar iman dan taqwa tersebut telah menjadi kokoh dan kuat.
Namun setelah Ramadhan berlalu kita urai lagi pintalan tersebut menjadi tercerai berai dengan harapan Ramadhan depan dapat memintal lagi, sungguh pekerjaan yang sia- sia dan akan sangat menyulitkan kita, karena iman kita telah kusut. Yang lebih parah lagi, bahwa tidak ada jaminan bagi kita akan ketemu Ramadhan lagi.
Firman Allah SWT
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali,” (QS; An Nahl : 92)
Penyakit lama sebelum masuknya Ramadhan kambuh lagi, seolah menjadi penjahat kambuhan, korupsi makin lancar, menggunjing makin fasih, memfitnah dan menebar berita hoaks makin menjadi-jadi, bahkan menjadi jalan untuk masuknya rezeki.dan maksiat lainnya jadi hobi.
Tiap tahun Ramadhan hadir , tiap tahun berpuasa dan beribadah di dalamnya, tapi atsar (kesan) Ramadhan itu sendiri belum nampak dalam bentuk realitas aktivitas pribadi dan komunitas, indikasinya ;kemiskinan masih merajalela, korupsi makin canggih, anehnya di bulan Ramadhan inipun ada yang tertangkap tangan Komisi anti rasuah atau KPK seperti bupati Nganjuk.
Fenomena apa ini?
Bila Ramadhan dengan aktivitas ibadah, hanya kegiatan rutin belaka, yang tidak menyentuh esensi dan hakikat yang sebenarnya, tentu kita khawatir, selamanya kemanusiaan kita berada pada posisi hanya pengisi alam dan waktu belaka.
Puasa hanya menahan makan dan minum, shalat hanya sebagai rangkaian olah raga fitness dan segenap ritual lainnya hanya seremonial tanpa greget dalam pembentukan karakter/ akhlaq yang membawa kebaikan kepada semua, tentu bukan hanya sekedar itu yang dimaksud.
Ramadhan tahun ini segera berakhir, maka kita masing- masing sedang menunggu nilai hasil aktivitas ibadah kita, tentu dengan follow up yang jauh lebih intens dibanding sebelumnya. Semoga. (***)
Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemendikbud Provinsi Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun
Discussion about this post