P.Siantar, Aloling Simalungun
Pencanangan Pasar Sehat, Inovatif dan Aman Pakai (SIAP) dengan sistem transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang diluncurkan Bank Indonesia di Pasar Horas Kota Siantar malah membuat para pedagang seperti bingung, Kamis (23/12).
Kebingungan pedagang yang mayoritas terdiri dari pedagang sayur mayur dan pedagang lain (inang-inang) khususnya dari kalangan usia tua karena mengaku masih terlalu awam terhadap digitalisasi yang bertransaksi melalui sistem barkod menggunakan uang non tunai.
“Bah, apa pula itu QRIS. Apa barang yang kami jual tidak dibayar pakai uang kontan seperti selama ini? Tapi, dibayar pakai sistim dalam HP itu? Berarti tak dibayar pakai uang?” ujar boru Sinaga (61) pedagang sayur mayur di Gedung I Pasar Horas.
Jangankan bertransaksi menggunakan sistim QRIS yang dibayar dengan uang non tunai, menggunakan HP saja boru Sinaga mengaku tidak mampu. Kecuali hanya membuka telepon kalau ada yang bertelepon.
Bahkan, HP miliknya justru masih kuno. Karena kondisi tersebut, boru Sinaga mengatakan enggan untuk menggunakan sistim QRIS tersebut.
“Apa aku harus membeli HP yang canggih supaya bisa mengikuti seperti yang dibilang pakai QRIS itu? Tak usahpun jadi. Pokoknya, aku jualan dibayar pakai uang bukan pakai QRIS QRIS itu,” ujarnya mengeluh dan mengaku memang tidak mengetahui tentang kemajuan teknologi digitalisasi.
Hal senada disebut sejumlah pedagang lainnya. Selain ada yang tidak punya HP atau sulit menggunakan HP seperti androit atau sejenisnya, masyarakat yang membeli dagangan mereka juga dipastikan akan membayar melalui uang kontan. Bahkan pembeli juga belum terbiasa menggunakan sistim QRIS.
“Pokoknya, aku tak bisa pakai yang namanya QRIS itu, Apa pula QRIS itu. Jadi, suka orang itulah, kalau aku jualan maunya dibayar pakai uang kontan,” ujar boru Silalahi yang berjualan sayur mayur seperti cabe, bawang dan kentang maupun jenis hasil bumi lainnya.
Dari hasil jejak kepada sejumlah pedagang, mereka masih terlalu awam. Bahkan, tidak sedikit mengaku “bodoh” dengan kemajuan teknologi digital. Paling ironis, selain tidak punya HP untuk masuk sistim QRIS, pedagang tidak punya HP yang menurut mereka canggih. Kemudian, kalau ingin mengganti atau membeli HP malah tidak punya uang.
“Makan saja susah karena jualan tidak laku. Apalagi mau beli HP. Apa pula QRIS itu. Pokoknya, kalau ada membeli aku mau dibayar pakai uang,” ujar pedagang lain yang mengaku tidak paham soal aplikasi QRIS yang dicanangkan Bank Indonesia Pematangsiantar, bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Pasar Horas Jaya (PD PHJ).
PENGEMIS PAKAI UANG NON TUNAI
Sebelumnya, pencanangan sistim QRIS dilakukan di bawah tangga Pasar Horas Kota Siantar. Dihadiri Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kota Siantar Teuku Munandar. Wali kota H Hefriansyah, perbankan dari Bank Mandiri, Bank Sumut, BRI, Dirut PD PHJ, Togap Sehat Sihite dan puluhan pedagang.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kota Siantar, Teuku Munandar melalui sambutannya menjelaskan, perkembangan transaksi melalui digital menggunakan uang non tunai semakin pesat. Sehingga, mau tidak mau sulit dihindarkan.
“Di China, aplikasi pembayaran non tunai sudah mulai diterapkan. Bahkan, pengemis malah sudah ada menggunakan handphone untuk pembayaran non tunai,” ujar Teuku Munandar sembari mengatakan Bank Indonesia louncing SIAP QRIS di Pasar Horas dan Pasar Balairung Rajawali, juga akan memberi bantuan kepada para pedagang.
Untuk itu, penerapan aplikasi QRIS sebagai program pemerintah yang pada awalnya diluncurkan sebanyak 1.500 untuk pedagang perlu mendapat dukungan penuh.
Apalagi aplikasi QRIS memudahkan penjual dan pembeli saat transaksi. Karena konsumen tidak perlu bawa uang tunai dan pedagang tidak repot menyediakan uang kembalian. Selain itu, pedagang bisa terhindar dari penggunaan uang palsu dan uangnya aman atau tidak bisa lagi dirampok.
Sementara, Wali kota Hefriansyah melalui sambutannya menjelaskan, pedang tradisional harus mengikuti perkembangan digitalisasi. Namun, jangan langsung alergi kalau ada hal yang baru. Bahkan, pedagang akan rugi karena ada pembeli yang tidak lagi membawa uang kontan.
Dijelaskan, QRIS mungkin tetap ada menolakan. Tapi, perubahan harus dilakukan. Karena perkembangan teknologi begitu pesat tidak seperti dulu lagi. Bahkan, Wali Kota mengatakan siap berbelanja dengan menggunakan aplikasi QRIS dan itu dilakukan kepada salah satu pedagang buah yang tak jauh dari lokasi acara.
“Kalau bapak Munandar tadi mengatakan bahwa di China sudah ada pengemis pakai aplikasi uang non tunai, saya belum melihat itu. Tapi, saya minta pedagang memang harus mengikuti perkembangan zaman,” ujar Wali Kota.
Sementara, Dirut PD PHJ, Togap Sehat Sihite mengatakan bahwa penerapan aplikasi QRIS secara menyeluruh khususnya di Pasar Horas perlu proses dan harus gencar disosialisasikan. Namun, optimis pada tahap tiga bulan berikutnya tentu akan bertambah.
“Kita berharap, pedagang yang jumlahnya sekitar 5.280 orang akan bertahap mengikuti aplikasi QRIS dan kita menyambut baik serta mendukung program pemerintah dalam rangka penggunaan uang non tunai,” ujarnya.
Dijelaskan, aplikasi QRIS juga bisa dimanfaatkan untuk pembayaran retribusi Pasar Horas dan Balairung Rajawali.
“Sistem pembayaran dengan Barkod bukan hanya antara pedagang dan konsumen saja, pembayaran retribusi akan dilakukan non tunai menggunakan QRIS,” terang Toga mengakhiri. (In)
Discussion about this post