P.Siantar, Aloling Simalungun
Saat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2021-2041, DPRD Siantar melalui Komisi III, marah. Pasalnya, selain peta wilayah dinilai tidak jelas, juga tidak sesuai kondisi kota Siantar, Jumat (28/1/2022).
Pembahasan RTRW yang berlangsung melalui rapat di ruang gabungan komisi itu, dipimpin Ketua Komisi III, Denny H Siahaan. Dikuti sejumlah personel lainnya. Kemudian, dihadiri pihak Bappeda, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (PRKP), Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan pertanahan Nasional (BPN) Kota Siantar.
“Di Kelurahan Tambun Nabolon ada potensi air dan sudah menjadi bagian dari kawasan pertanian, mengapa malah dijadikan kawasan pemukiman. Sementara, kawasan di sekitar ring road yang dibangun dengan dana ratusan miliar, malah jadi kawasan pertanian. Kalau begitu, lingkungan sekitar ring road susah berkembang dan ini sangat aneh,” ujar Denny H Siahaan.
Hal lain yang juga disoroti, terkait kawasan pendidikan yang tidak jelas. Padahal, sektor pendidikan merupakan salah satu andalan kota Siantar. Demikian juga keberadaan pemakaman yang malah terabaikan. Padahal, pemakaman umum di Kota Siantar sudah padat.
“Kita yang hidup ini semua akan mati, jadi bagaimana soal pemakaman untuk kepentingan rakyat Siantar?” ujar Denny H Siahaan sembari mengatakan bahwa RTRW harus punya orientasi 30 tahun ke depan. Sehingga, jangan malah membuat kota Siantar semraut.
Kemudian, sejumlah personel Komisi III mengatakan, dalam Ranperda RTRW tersebut juga tidak menjelaskan adanya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang minimal harus tersedia sebesar 20 persen. Kemudian, tidak ada jalur rel kereta api menuju kawasan Danau Toba dan jalur pintu keluar masuk jalan tol. Padahal, itu sudah menjadi program pemerintah pusat.
Demikian juga tentang kawasan wisata seperti memanfaatkan Bah Bolon sebagai lokasi arung jeram, lokasi terminal dan tentang penyelamatan kawasan terlarang seperti daerah aliran sungai (DAS) atau lahan di bantaran sungai.
“Kalau melihat Ranperda ini, Pemko sepertinya tidak bisa memanfaatkan potensi kota Siantar. Apalagi ada kawasan perindustrian berada di kawasan pemukiman. Kalau begini, pembangunan kota Siantar mau dibawa kemana?” ujar Frangki Boy Saragih dari Komisi III sembari bertanya.
Sementara, Astronout Nainggolan yang juga dari Komisi III mengatakan, membahas RTRW tidak semudah yang dipikirkan, karena harus punya orientasi jauh ke depan. Sementara, ada kawasan perumahan berada di kawasan pertanian dibiarkan dan memiliki IMB.
Nurlela Sikumbang mengatakan, setelah banyak pemikiran yang keluar dari Komnisi III, politisi perempuan dari PAN itu mengatakan kecewa karena melalui RTRW dimaksud, karakter kota Siantar tidak kelihatan. “Padahal, RTRW ini sudah lama kita tunggu-tunggu,” ujarnya.
Daud Simanjuntak, sekretaris Komisi III malah mempertanyakan dari mana data yang diperoleh untuk penyusunan RTRW tersebut. Karenanya, para OPD yang tergabung dalam pembuatan RTRW harus mencatat apa yang sudah mencuat pada rapat dimaksud. Bahkan, harus dibuat rancangan secara detail. Termasuk soal kawasan atau zona yang akan ditetapkan.
KAJIAN AKADEMI.
Menjawab berbagai kritikan Komisi III, pihak Bappeda melalui Nalpius mengatakan bahwa data yang sudah disusun dan dituangkan pada Ranperda sudah melalui berbagai proses sampai ke tingkat kementrian Agraria dan Tata Ruang.
Bahkan, sudah dilakukan rapat koordinasi antar kabupaten terkait batas wilayah yang meliputi tentang Hak Guna Usaha (HGU) karena masih ada kawasan perkebunan di Kota Siantar.
Lebih lanjut dikatakan, data yang dituangkan pada Ranperda tersebut juga sudah mendapat rekomendasi dari Lembaga Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang melakukan pemetaan melalui satlit. Kemudian, penyusunan Ranperda RTRW itu juga sudah melibatkan masyarakat serta memiliki kajian akademi.
Terkait apa yang dikritisi DPRD Siantar menurutnya sudah dicatat sebagai suatu masukan. “Soal Ranperda RTRW ini bukan harga mati, tetap bisa dilakukan perubahan sesuai dengan kondisi di lapangan,” ujar Nalpius dari Bappeda.
Musa Silalahi dari PUPR mengatakan apa yang disampaikan DPRD Siantar memang tidak dirinci pada RTRW. Karena akan ada penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai turunan RTRW yang memuat kawasan maupun peta-peta pengembangan kota Siantar.
Sementara, Sarwil sebagai Kepala BPN Kota Siantar memberi pendapat, keberadan BPN terkait RTRW hanya sebagai pengguna. Karena, pengurusan sertifikat akan mencantumkan peruntukan lahan. Sehingga, harus disesuaikan dengan kawasan sesuai RTRW.
Dijelaskan, kalau ada perumahan akan dibangun di kawasan pertanian, pengurusan sertifikatnya tentunya akan dikoordinasikan kepada dinas terkait. Kemudian, soal kondisi sempadan sungai yang akan disertifikat tentu harus ditinjau bagaimana kondisinya.
“Pada dasarnya, BPN hanya sebagai pengguna RTRW yang harus mentaati Perda RTRW yang akan disahkan kemudian. Termasuk kalau ada pelepasan lahan HGU untuk dimanfaatkan Pemko Siantar,” ujar Kepala BPN.
Karena pembahasan terlalu panjang dan belum menemukan titik temu pendapat antara eksikutif dengan legislative, Ketua Komisi III Denny H Siahaan berpendapat agar rapat dilanjutkan, Senin (31/1). Untuk itu, apa yang belum dibahas dan data apa yang diperlukan harus disediakan Pemko melalui dinas terkait masing-masing.
“Kita tidak mencari kesalahan. Tapi, bagaimana kota Siantar ditata lebih baik ke depan. Karena, kita DPRD Siantar saat ini, tidak ingin dicatat sebagai sumber permasalahan yang membuat kota Siantar jadi semraut,” ujarnya menutup rapat. (In)
Discussion about this post