P.Siantar, Aloling Simalungun
Sejak Covid-19 melanda dua tahun lalu dan pedagang kehilangan pembeli, tunggakan retribusi kios Pasar Hors membengkak sampai Rp 8 miliar. Meski pedagang mengaku sedang sulit, ratusan kios tetap disegel.
Toga Sehat Sihite, Plt Dirut Perusahan Daerah Pasar Horas Jaya (PD PHJ) mengatakan, tunggakan retribusi kios yang disebutnya sebagai kontribusi, mencapai 60 persen dari 5000 lebih pedagang Pasar Horas yang berada di 4 gedung dan masing-masing berlantai dua. Lama tunggakan , antara 1 sampai 2 tahun.
“Memang tidak semua penunggak kiosnya kita segel. Kalau tunggakan di bawah 6 bulan, tetap diberi kesempatan mencicil. Apabila dibayar minimal 75 persen, baru kios yang disegel dibuka,” ujar Toga Sehat Sihite, Sabtu (29/1/2022).
Lebih lanjut dijelaskan, tunggakan yang cukup besar itu juga “warisan” unsur direksi lama termasuk saat terjadi peralihan Pasar Horas menjadi Perusahaan Daerah (PD). Karenanya, kondisi keuangan PD PHJ, tidak sehat. Bahkan, pegawai malah pernah tidak gajian.
“Sebenarnya, kita tetap toleransi kepada pedagang yang sempat kehilangan pembeli saat masa pandemi sejak dua tahun lalu,” ujarnya sembari berharap agar antara pedagang dengan pihak PD PHJ bisa saling pengertian dan memaklumi.
Nobel Marpaung, Ketua DPC Pelindung Persaudaraan Pedagang Pasar Bersatu (P4B) mengatakan, kondisi perekonomian Pasar Horas memang sedang sulit. Bahkan, ada yang terpaksa harus menutup kios karena tidak ada pembeli.
Kemudian, bagi yang terpaksa membuka kios untuk tetap berjualan, mencari buka dasar saja kadang kala setelah siang harinya. Sehingga, penjualan sepi dan keuntungan sulit untuk menutupi kebutuhan keluarga dan menyisihkan uang membayar retribusi kios setiap bulan.
“Kemarin saya dapat surat tunggakan kios. Tapi, saya berusaha mencicil dan saya tidak ingin menunggak. Tapi, karena kondisi sedang sulit, beginilah. Bukan saya saja begitu, rata-rata pedagang sama seperti saya. Kalau tak percaya, coba tanya yang lain,” ujar Nobel.
Soal tunggakan retribusi tersebut menurut Nobel bukan hal baru. Bahkan, sebelum memasuki Tahun Baru lalu, pedagang yang kiosnya disegel, berunjuk rasa ke DPRD Siantar, minta keringanan. Setelah itu ada keringanan untuk membayar tunggakan sebesar 75 persen.
Lebih lanjut dijelaskan, para pedagang pada dasarnya siap membayar retribusi dan yang mengunggak siap mencicil. Tapi, komunikasi antar petugas penagih tunggakan menurut Nobel kadang kala kurang simpatik. Apalagi ada tidak begitu aktif mendatangi pedagang.
“Pedagang bisa memahami kondisi keuangan PD PHJ. Kalau kita tidak bayar retribusi, pegawai tidak gajian. Tapi, seharusnya kita dapat saling memahami. Karena antara PD PHJ dengan pedagang saling membutuhkan,” beber Nobel.
SERING RAPAT
Nobel menjelaskan, terkait tunggakan retribusi kios, para pedagang yang tergabung di P4B beberapa kali melakuan rapat dengan pihak PD PHJ. Demikian juga di antara sesama pedagang yang ternyata senasib dan sepenanggungan karena rata-rata memiliki tunggakan.
“Yang jelas, kondisi pedagang sedang sulit. Perekonomian belum pulih. Pokoknya kita siap membayar tunggakan retribusi walaupun harus mencicil karena itulah kemampuan pedagang,” ujar Nobel yang menjual peralatan kantor dan sekolah di kios lantai 1 Gedung II.
Senada dengan pernyataan pedagang lainnya. Terutama pedagang pakaian yang pasca Natal dan Tahun Baru telah kehilangan pembeli. Karena buka dasar sampai menjelang siang, berarti pembeli memang sepi. Karenanya, tidak sedikit pedagang pakaian harus mengurangi tenaga kerja untuk menghemat biaya pengeluaran.
“Sejak Tahun Baru selesai, pakaian jualan saya tak laku. Tapi, ekonomi masyarakat juga sedang sulit. Jadi kek mana lagi. Kalau saya punya uang banyak, saya akan lunasi tunggakan retribusi saya yang empat bulan,” ujar pedagang pakaian di lantai II Gedung III Pasar Horas.
Pantauan awak koran ini, kalau kios disegel dan tidak dibuka lagi, ada brosur ditempelkan pihak PD PHJ di bagian dinding. Namun, ada juga kios yang hendak dijual karena ada tulisan pada selembar kertas yang ditempel di dinding kios. Diperkirakan itu sengaja dibuat pemilik kios tersebut.
Masih hasil pantauan awak koran ini, meski banyak kios yang buka, pembeli memang tampak sepi. Sehingga, para pedagang banyak diam. Bahkan, tidak sedikit asiek bermain handphone untuk mengisi kekosongan.
“Kalau sudah di atas jam 10 menjelang siang, kita lebih banyak diam karena pembeli sepi. Jadi, pedagang sedang mengalami kesulitan,” ujar boru Sinaga pedagang perlengkapan dapur. (In)
Discussion about this post