P. Siantar, Aloling Simalungun
Setelah Jhonson Tambunan terpidana korupsi pembangunan Pasar Tozai Kota Siantar diringkus di Bandung beberapa hari lalu meski sempat buron, warga Kota Siantar kembali ramai memperbincangkan soal korupsi di Pemko Siantar.
Sementara, sejak diterbitkannya UU No 5 Tahun 2014 Juncto PP 11 Tahun 2017, sejumlah pejabat berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemko Siantar yang dicap koruptor dan vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah), banyak dipecat. Kemudian, ada beberapa lagi bakal menyusul.
Dengan adanya pemecatan atau pemberhentian tidak hormat dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), konsekuensinya mantan ASN itu tidak lagi mendapatkan hak pensiun. Baik yang sedang menjalani hukuman kurungan penjara atau yang telah bebas.
“Pejabat korupsi harus diberhentikan dengan tidak hormat karena ada ketentuan mengaturnya. Sehingga, dapat jadi pelajaran kepada para pejabat lain yang masih bertugas,” ujar pengamat sosial kota Siantar, Robin Samosir, Minggu (30/1/2022).
Kepada pejabat yang masih bertugas diharap tidak melakukan korupsi karena setelah diberhentikan dengan tidak hormat jelas berdampak luas. Bukan hanya kepada diri sendiri. Tetapi kepada lingkungan keluarga juga.
“Mungkin, ada pejabat masuk perangkap karena korupsi itu inisiatif atasan dan berimbas kepada bawahan. Sehingga korupsi di pemerintahan selalu berjemaah. Namun, meski sudah masuk sistim, katakan tidak pada korupsi,” ujar alumni Fisip UGM Jogjakarta itu.
Kalau ada pejabat melakukan korupsi meski belum terungkap, Robin meminta supaya bertobat. Misalnya, diam-diam mengembalikan anggaran yang dikorupsi sebelum mencuat ke permukaan. Terlepas dari besar atau kecilnya uang negara yang dicuri itu.
Sedangkan kepada para ASN yang belum korupsi, harus hati-hati agar tidak dipecat sebagai ASN seperti pejabat sebelumnya. Khusus kepada aparat penegak hukum, Robin berharap agar tidak menjadikan pejabat terindikasi korupsi sebagai “ATM”. Bahkan Robin Samosir bersama sejumlah elemen lain menyatakan siap melakukan pengawalan dan memantau munculnya kasus korupsi baru.
“Kita siap melakukan pengawalan. Baik melalui unjukrasa atau pemantauan secara langsung dengan mengumpul berbagai dokumen. Kemudian, DPRD kita minta pro aktif melakukan pengawasan karena warga Siantar sudah semakin cerdas,” ujar mantan jurnalis yang telah melanglang buana ke berbagai negara itu.
Fawer Full Fander Sihite sebagai direktur ILAJ atau Yayasan Lembaga Hukum dan Keadilan menyatakan sependapat ada indikasi pejabat tersandung korupsi dijadikan sebagai ATM. Bahkan, itu menurutnya sudah menjadi rahasia umum.
Indikasi kuat pejabat dijadikan ATM menurut Fawer Full ada pejabat dilaporkan masyarakat atau lembaga kepad aparat penegak hukum tetapi tidak ditindaklanjuti dengan transparan. Namun, ketika isi ATM terkuras kasusnya bisa diangkat lagi.
“Para pejabat yang tersandung kasus korupsi harusnya sadar diri untuk tidak dijadikan ATM. Karena itu akan memperpanjang penderitaan mereka. Makanya, ikuti saja proses hukum kalau akhirnya masuk penjara juga. Jadi penderitaannya tidak berkepanjangan,” ujar Fawer Full.
PENGAWASAN DPRD LEMAH
Fawer Full Fander Sihite menjelaskan, khusus kasus korupsi pada lima tahun terakhir di lingkungan Pemko Siantar cukup memprihatinkan. Karena, banyak pejabat masuk dalam pusaran korupsi. Bahkan, potensi munculnya kasus baru bakal menguap dengan adanya kasus yang dilaporkan masyarakat kepada aparat penegak hukum.
Selain kasus yang sudah dilaporkan masyarakat seperti dugaan suap kepala sekolah, ada juga kasus Bantuan Sosial di masa pandemi Covid-19 yang sempat ditangani aparat penegak hukum. Begitu juga tentang pembangaunan Tugu Sang Naualuh dan indikasi korupsi lainnya.
“Munculnya korupsi baru di Pemko sangat memungkinkan asal penegak hukum serius menindaklanjutinya,” imbuh Fawer Full sembari mengatakan bahwa munculnya kasus korupsi itu tidak lepas dari lemahnya pengawasan DPRD Siantar.
“DPRD seharusnya melakukan pencegahan terjadinya kasus korupsi dengan mengawal pembangunan sejak awal. Mulai dari perencanaan sampai selesai. Jadi, DPRD sangat berperan mencegah terjadinya korupsi,” tegas Fawer.
Lebih lanjut dikatakan, dalam setiap Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (LHP-BPK) tentu selalu ada ditemukan kejanggalan atau malah kerugian negara yang terindikasi korupsi.
“DPRD berhak mempertanyakan hasil LHP-BPK melalui Rapat Dengar Pendapat. Jadi, DPRD harus rajin menelusurinya,” tegas Fawer mengakhiri.
PEMECATAN ASN
Dari hasil penelusuran awak koran ini, data Bagian Hukum Pemko Siantar terkait pejabat korupsi yang dipecat atau diberhentikan tidak hormat mulai tahun 2018 sampai 2020, sebanyak 10 orang. Bahkan di tahun 2021 dan 2022 akan ada menyusul.
Khusus yang sudah diberhentikan tidak hormat, Fatimah Siregar, Winston Bonatua Lubis, Edita Napitupulu, Very Eva Susanty, Juni Ampera Setiawan Girsang, Junat Marpaung, Erni Jendrato, Adiaksa Dian Sasman Purba, Henndri Firmaranto dan Posma Sitorus.
Sementara yang sedang menjalani proses hukum dan kasusnya belum memiliki ketetapan hukum atau belum inkrah, Acai Sijabat. “Kalau Acai mengajukan kasasi,” ujar Kabag Hukum Pemko Siantar, Herri Oktarizal SH.
Terakhir dan sudah diajukan ke BKN, Jhonson Tambunan yang sempat DPO selama 18 tahun, akhirnya diringkus di Bandung. Kemudian, Herowin Sinaga yang surat putusan pengadilan belum sampai dan sedang ditunggu Pemko Siantar. (In)
Discussion about this post