P. Siantar, Aloling Simalungun
Data luas Kota Siantar yang simpang siur, membuat Komisi III DPRD Siantar mengancam tidak membahas Ranpeda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2021-2041. Apalagi ada lahan 405 hektar hilang dan masuk ke Kabupaten Simalungun.
Fakta tersebut terungkap saat pembahasan Ranpeda RTRW 2021-2041 antara Komisi III DPRD Siantar denganPemko Siantar. Turut dihadiri Ketua DPRD Siantar, Timbul Marganda Lingga. Berlangsung di ruang rapat gabungan DPRD Siantar, Rabu (2/2).
Pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi III, Denny H Siahaan itu, terungkap bahwa areal kota Siantar sesuai Ranperda, seluas 7.591 hektar. Namun, setelah dicermati, ada 405 hektar hilang di Dusun Tambun Timur, Kelurahan Tambun Nabolon, Kecamatan Siantar Martoba.
Permasalahan tersebut awalnya dilontarkan Komisi III melalui, Daud Simanjuntak yang heran mengapa itu bisa terjadi. Apalagi 405 hektar tersebut masuk Kabupaten Simalungun. Sementara, penduduknya bersekitar100 kepala keluarga (KK), saat ini memiliki KTP Siantar.
“Kita kawatir, saat pengukuran batas wilayah, Pemko tidak menjadikan RTRW tahun 2013 sebagai acuan bahwa lahan 405 hektar itu masuk wilayah kota Siantar. Bahkan, ada patok dan irigasi teknis yang dikelola Kota Siantar,” ujar Daud Simanjuntak.
Dengan hilangnya 405 hektar lahan yang berpotensi sebagai areal agro wisata dan ada sungai Bah Hapal, apalagi selama ini dana pembangunan di wilayah tersebut menggunakan APBD Siantar, Pemko melalui Bappeda diminta memperjelas masalahnya.
Hamam Soleh sebagai Plt Kepala Bappeda Kota Siantar membenarkan bahwa luas wilayah kota Siantar berkurang karena lahan 405 hektar masuk ke Kabupaten Simalungun. Bahkan, itu sudah memiliki berita acara dan disepakati kepala daerah.
“Berita acara yang diketahui Dirjen Kemendagri dan Pemerintah Propinsi itu menjadi salah satu dasar untuk terbitnya Permendagri tentang batas wilayah yang saat ini masih kita tunggu,” ujar Hamam Soleh .
Setelah mengetahui bahwa lahan 405 hektar masuk kabupaten Simalungun dan tinggal menunggu terbitnya Peraturan Mendagri, personel Komisi III langsung mengajukan berbagai pertanyaan yang membuat pihak Pemko Siantar terkesan sulit menjawab.
Namun, untuk menjawab lebih detail apa yang dilontarkan Komisi III, Hamam Soleh mengatakan akan menghadirkan Kabag Tata Pemerintahan (Tapem). Untuk itu, rapat diskors menunggu kehadiran Kabag Tapem Tito Zendrato.
SIMPANG SIUR
Ternyata, setelah rapat dibuka sekitar 14.00 Wib dan Kabag Tapem, Tito Zendrato menjelaskan bahwa luas wilayah Kota Siantar bukan 7.591 hektar. Tetapi seluas 8.860, itu sesuai Permendagri 141 Tahun 2017.
Akhirnya, rapat pembahsan Ranperda “memanas”. Bahkan anggota Komisi, Astronout Nainggolan mengatakan, dengan adanya data tentang luas wilayah dan titik kordinat yang simpang siur, sangat berbahaya mengesahkan Ranperda RTRW menjadi Perda.
“Belum lagi kita membahas pasal demi pasal dalam draf Ranperda. Kalau Ranperda ini disahkan menjadi Perda akan cacat moral,” ujar Astronout sembari mengatakan agar pembahasan Ranperda dimaksud dipertimbangkan agar diperjelas lagi kepada Kemendagri.
Selanjutnya Kabag Tapem dinilai tidak bekerja saat penyusunan Ranperda RTRW dimaksud. Buktinya, soal luas wilayah kota Siantar yang dipaparkan Kabag Tapem berbeda dengan di draf Ranperda. Bahkan, berbeda juga pada Perda RTRW tahun 2013 karena lahan 405 hektar masuk wilayah kota Siantar.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III lainnya seperti Imanoel Lingga, Nurlela Sikumbang, Irwan dan Dedy Manihuruk serta Frangki Boy Saragih yang mengatakan bahwa peta wilayah pada Ranperda yang diajukan kepada DPRD Siantar tidak jelas.
“Saya tidak ingin terjebak membahas Ranpeda ini menjadi Perda. Karena Ranperda yang disodorkan kepada kita ternyata masih mentah. Untuk itu, kita mohon waktu pembahasan Ranperda diperpanjang,” ujar Astronout Naingolan.
Dituding tidak bekerja terkait menyusun Ranperda RTRW, Kabag Tapem menyatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Bappeda. Namun, Denny H Siahaan langsung mengkonfrontir mengapa soal luas dan batas wilayah bisa berbeda.
Selanjutnya Komisi III mengatakan, karena permasalahan Ranperda begitu terang benderang lebih baik pembahasan ditunda atau diperpanjang. Sedangkan soal luas dan batas wilayah dikoordinasikan kepada Kemendagri sebelum lahan 405 hektar jadi milik Simalungun.
Di sela-sela rapat yang “memanas”, Kabag Tapem Tito Zendrato bertelpon kepada Tapem Propinsi. Mempertanyakan soal batas wilayah kota Siantar. Bahkan, suaranya sengaja didekatkan ke mikrofon agar didengar seluruh peserta rapat. Kemudian, Tapem propinsi menyatakan, pihaknya siap memberi penjelasan di kantor Gubsu, Jumat (4/2) mendatang.
“Apakah pembahasan Ranperda ini kita tunda sebelum ada penjelasan soal luas dan batas wilayah kota Siantar dari propinsi. Ataua menunggu ada penjelasan dari propinsi, kita bahas saja soal yang lain seperti wilayah demi wilayah?” tanya pimpinan rapat Denny H Siahaan.
Akhirnya, personel Komisi III sepakat meminta kejelasan tentang batas wilayah tersebut, Namun, tetap dilakukan pembahasan soal wilayah dan lainnya. Hanya saja, kalau soal batas wilayah ternyata tidak jelas juga atau masih simpang siur, DPRD Siantar mengancam tidak bersedia membahas Ranperda RTRW menjadi Perda. (In)
Discussion about this post