P.Siantar, Aloling Simalungun
Komisi III DPRD Siantar tunda pembahasan Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2021-2041. Dan, akan dibahas kembali setelah ada ketetapan pasti tentang luasan areal kota Siantar dari Kementrian Dalam Negeri. Untuk itu, Wali Kota diminta serius menyikapinya.
Daud Simanjuntak, Sektretaris Komisi II DPRD Siantar mengatakan, kalau pembahasan tetap dilakukan ternyata ada kesalahan luas wilayah kota Siantar, hasil pembahasan tentu sia-sia. Untuk itu, lebih baik ditunda dan itu segera disampaikan kepada pimpinan dewan.
“Setelah disampaikan kepada pimpinan dewan dan dikatakan hasil rapat yang ditunda harus dibawa kepada rapat gabungan, kita akan menyampaikan apa adanya,” ujar Daud usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Ranperda RTRW bersama Bappeda, Tata Pemerintahan dan Kabag Hukum Pemko Siantar, Selasa (8/2/2022).
Pada dasarnya, Komisi III minta agar pembahasan Ranperda RTRW itu dijadwal ulang untuk diperpanjang menunggu adanya kepastian dari Kemendagri tentang wilayah kota Siantar yang masih simpang siur dimaksud.
Dijelaskan, saat RDP sebelum ditunda, soal luasan kota Siantar ditanyakan Komisi III kepada Pemko mengapa belum menyurati Kemendagri tentang luasan wilayah Kota Siantar. Padahal, saat berkoordinasi dengan Biro Otonomi Daerah (Otda) Sumatera Utara beberapa hari lalu, Pemko diminta segera menyuratinya.
“Pemko bilang surat sudah ada tapi yang menandatangani bukan Wali Kota. Untuk itu, kita minta supaya ditandatangani Wali Kota,” ujar Daud sembari mengatakan bahwa saat RDP itu juga, Pemko diminta segera mendatangi Kemendagri untuk memastikan luasan kota Siantar yang sebenarnya.
“Kemendagri akan menetapkan luasan kota Siantar sesuai draf Ranperda seluas 7.591 hektar. Untuk itu, kita minta Pemko membuat surat keberatan karena sesuai Perda RTRW Tahun 2013, luas kota Siantar, 7.990 hektar dan luasan itu berbeda lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 15 Tahun 1986 seluas 8.860 hektar. Untuk itu, Pemko harus segera mendatangi Kemendagri,” beber Daud.
Terkait dengan surat keberatan kepada Kemendagri belum ditandatangani Wali Kota, dibenarkan Plt Beppeda, Hamam Soleh. Namun, surat tersebut sebenarnya sudah ditandatangani Sekda. Hanya saja, lebih afdol atau lebih layak ditandatangan Wali Kota.
“Kita akan percepat pengiriman surat kepada Kemendagri. Tapi, soal Komisi III menunda pembahasan Ranperda RTRW, tentu akan berpulang kepada pimpinan dewan setelah menerima laporan Komisi III,” ujar Hamam Soleh.
KESERIUSAN WALI KOTA
Sementara, Astronout Nainggolan dari Komisi III mengatakan, surat keberatan Pemko tentang luasan wulayah kota Siantar kepada Kemendagri harus disegerakan. Bahkan, untuk memperlihatkan keseriusan Pemko, sebaiknya surat itu langsung diantar Wali Kota kepada Kemendagri.
”Seharusnya, Wali Kota yang membawa surat itu kepada Kemendagri. Kemudian, meminta areal kota Siantar dikembalikan ke 8.860 hektar sesuai PP No 15. Atau minimal seluas 7.990 sesuai Perda tahun 2013,” ujar Astronout.
Dijelaskan, kalau Ranperda RTRW tidak diselesaikan segera, tentu sangat fatal terhadap pembangunan kota Siantar untuk 20 tahun ke depan. “Jadi, Wali Kota memang harus benar-benar serius menyikapinya,” imbuh Astronout.
Senada dengan pernyataan anggota Komisi III, Nurlela Sikumbang. Keseriusan Wali Kota untuk menentukan batas wilayah dan mengembalikan areal kota Siantar yang hilang dan masuk ke Kabupaten Simalungun harus disegerakan.
“Yang bertanggungjawab tentang luasan dan hilangnya areal kota Siantar adalah Pemko. Untuk itu, Wali Kota kita minta serius menyikapinya. Ini bukan masalah sepele,” ujar Nurlela Sikumbang.
Lebih lanjut dijelaskan, masa jabatan Wali Kota H Hefriansyah segera berakhir 22 Februari 2022 ini. Kalau berhasil mengembalikan areal kota Siantar yang hilang, tentu akan menjadi ingatan yang baik kepada masyarakat.
“Wali Kota Hefriansyah harus menyikapinya dengan cepat. Sehingga, setelah tidak menjabat lagi, ada kenang-kenangan manis yang diingat masyarakat,” ujar Nurlela mengakhiri. (In)
Discussion about this post