P.Siantar, Aloling Simalungun
Setelah 17 tahun diduduki masyarakat sebagai lahan pertanian, PTPN III Kebun Bangun melakukan pengambilalihan (Okupasi) areal Hak Guna Usaha (HGU) seluas 126,59 hektar (Ha) di kelurahan Gurilla dan Bah Sorma, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Siantar.
Namun, saat dilakukan pertemuan antara PTPN III, Forkominfo, akademisi, Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan, serta masyarakat di Hotel Batavia, Kota Siantar, Senin (14/2/2022), Kapolres Siantar, AKBP Boy Sutan Binanga Siregar mengatakan, penyelesaiannya harus tetap memikirkan kondutifitas dan keamanan bagaimana masyarakat kedepannya.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi Penasehat Hukum PTPN III, Ramces Pandiangan yang mengatakan bahwa hukum menjadi panglima. “Kalau ada yang salah akan ditindak. Untuk itu, PTPN minta penyelesaiannya dipercepat untuk penyelamatan asset negara,”.
“Kita tetap butuh waktu. Jalur hukum merupakan langkah terakhir. Negara memang tidak boleh kalah dengan siapapun. Tapi, pikirkan kondutifitas dan keamanan bagaimana masyarakat kedepannya,” ujar Kapolres.
Untuk itu, Polres menyatakan butuh penjelasan dan informasi yang benar dari pihak PTPN II sebagai pemilik HGU, DPRD, Pemko Siantar dan masyarakat. Apalagi masalah lahan tersebut sudah berlarut-larut. Sehingga, tetap mempertimbangkan berbagai aspek.
Hanya saja, penyelesaiannya diminta tetap mengedepankan perundang-undangan yang berlaku. “Kita minta supaya dilakukan pertemuan lanjutan dan pertemuan ini bukan kemunduran waktu. Tapi, untuk mencapai hasil maksimal,” tegas Kapolres.
Terkait adanya pertemuan lanjutan seperti yang disampaikan Kapolres, juga diamini Ketua DPRD Siantar yang diwakili Astronout Nainggolan. Masalahnya, terkait pengambilalihan lahan tersebut masih simpang siur dan perlu dijernihkan. Apalagi, sejak 2006 sudah dikelola masyarakat namun tahun 2022 baru dieksekusi.
Dijelaskan, dalam Peraturan Menteri PUPR No 7 tahun 2017, perpanjangan HGU boleh dilakukan kalau tanahnya masih seperti semula. Dalam pasal 31 disebutkan, pemegang hak masih memenuhi persyaratan dan di poin d dikatakan tanahnya masih digunakan dan dirawat baik sesuai dengan ketentuan dan keadaan sifat dan tujuan.
“Apa itu pernah ditanya kepada kami di DPRD? Padahal, di lahan itu sudah ada pembangunan dilakukan Pemko. Jadi, pihak disini bukan hanya masyarakat dan PTPN. Tetapi termasuk pemerintah kota. Untuk itu, perlu dibuat pertemuan lanjutan,” tegas Astronout.
Politisi PDI Perjuangan itu kembali menegaskan, lahan tersebut jangan dieksikusi sebelum permasalahannya selesai. Bahkan, terkait pengambilalihan lahan HGU PTPN III itu, bisa saja berhubungan dengan areal kota Siantar yang terus berkurang. Dan DPRD Siantar saat ini sedang membahasnya terkait dengan Ranperda RTRW 2021-2041.
Dijelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) No 15 Tahun 1986 luas Siantar, 8.860 hektar. Peraturan Daerah (Perda) No 1 tahun 2013 berkurang menjadi 7.990 hektar dan pada draf Ranperda RTRW yang sedang dibahas berkurang lagi menjadi 7.591 hektar. Artinya, ada 405 hektar yang hilang.
“Terkait dengan pengurangan areal seluas 405 hektar itu sedang dipertanyakan kepada Kemendagri karena DPRD sedang melakukan pembahasan Ranperda RTRW,” imbuh Astronout.
BERAT UNTUK KELUAR
Pada rapat okupasi tersebut, M Sihombing mewakili masyarakat sebagai penggarap yang berjumlah sekitar 125 kepala keluarga (KK), berharap agar tetap bisa berada di lahan yang sudah mereka kelola sejak tahun 2004 setelah HGU PTPN III berakhir. Masyarakat mengaku berat meninggalkan lahan sebagai sumber pencarian. Termasuk menyekolahkan anak sampai sarjana.
“Kalau ditinjau dari sisi administrasi, masyarakat pasti kalah. Tapi, kami berat keluar karena sudah 17 tahun dan yang dikelola masyarakat hanya 1 rante atau 14 meter per KK. Kalau kami dipaksa, lahan itu punya Pemko Siantar. Kalau untuk perkebunan kami tak mau apalagi perekonomian kami sudah baik. Sedangkan pemerintah ada untuk masyarakat,” ujar Sihombing.
Sebelumnya Wali Kota Siantar diwakili PJ Sekda, Zubaidi mengatakan, rapat tersebut merupakan tindaklanjut pengambilalihan lahan HGUI PTN III. Namun terkait penyelesaian lahan sengketa, diharap berlangsung damai dan sesuai ketentuan hukum tanpa menimbulkan kerugian dari PTPN dan masyarakat.
“Bila perlu, PTPN memberi ganti rugi yang layak kepada masyarakat sesuai undang-undang dan penyelesaiannya dilakukan melalui musyawarah dan kekeluargaan,” ujar Pj Sekda.
Usai pertemuan, Penasehat Hukum PTPN III, Ramces Pandiangan kepada awak koran ini mengatakan, soal pertemuan lanjutan akan dirancang dan diharap semakin mengkerucut. Hanya saja, soal hasil pertemuan dimaksud, menurutnya sudah bisa dilakukan eksekusi karena itu untuk peneyelamatan asset negara.
“Ini untuk penyelamatan asset negara, bukan asset pribadi yang harus dijaga. Kalau dibiarkan tentu akan datang lagi penggarap yang lebih jahat. Jadi, kita tidak ingin ada lagi pelanggaran hukum,” ujar Ramces Pandiangan. (In)
Discussion about this post