P.Siantar, Aloling Simalungun
Komersialisasi lapangan H Adam Malik Kota menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah, khususnya untuk konser musik dan pameran, menuai perdebatan sengit pada rapat Gabungan Komisi DPRD Siantar yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda).
Rapat yang berlangsung di ruangan gabungan DPRD Siantar itu dipimpin Ketua DPRD Siantar, Timbul Marganda Lingga. Selain Komisi I, II dan III, juga dihadiri sejumlah pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai pengusul Ranperda, Selasa (15/3//2022).
Awalnya, Hj Rini Silalahi sebagai Ketua Komisi I membacakan rekomendasi pembahasan Ranperda tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar No 5 tahun 2011 tentang Retribusi Daerah yang telah dibahas bersama OPD terkait.
Dijabarkan tentang berbagai sumber PAD yang di antaranya terkait retibusi sampah, parkir, minuman beralkohol maupun pemanfaatan asset daerah seperti Gedung Olah Raga, lapangan Farel Pasaribu dan Lapangan H Adam Malik.
Sementara, terkait pameran dan konser musik diminta untuk tidak memanfaatkan Lapangan H Adam Malik. Selain akan merusak lapangan rumput, juga membuat situasi kota menjadi kumuh. Untuk itu, point dimaksud supaya dihapus.
“Saya menyarankan agar lapangan H Adam Malik tidak digunakan untuk lokasi konser musik apalagi itu bertentangan dengan ketentuan sebelumnya. Bahkan, kalau ada konser musik tentu akan merusak lapangan. Sementara, anggaran untuk perbaikannya miliaran Rupiah,” ujar Imanoel Lingga anggota Komisi III memberi pendapat.
Kemudian, kalau memang ada konser musik, lebih baik dialihkan ke Lapangan Farel Pasaribu atau lapangan Horbo yang lebih kondusif. Selanjutnya, terkait dengan komersilisasi untuk dijadikan lokasi pameran harus dipertimbangkan dengan seksama.
Menanggapi permasalahan tersebut, personel Komisi II yang mengajukan rekomendasi terkait retribusi tersebut mengatakan, konser musik diperbolehkan apalagi warga kota Siantar butuh hiburan. “Kemudian, konser musik yang digelar hanya satu malam, tidak akan menggangu arus lalulintas,” ujar Hendra Pardede dari Komisi II.
Terkait soal tanggapan agar lapangan H Adam Malik tidak dijadikan lokasi pameran karena selama ini pernah bermasalah, tetap diperbolehkan tetapi stand yang dipasang paling banyak 20 unit dengan ketentuan Rp 1 juta perstand dan pelaksanaannya hanya 6 hari.
Kemudian, untuk membatasi pelaksanaan pameran yang tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli, retrubusi dikenakan sebagai sumber PAD Pemko dihitung per stand selain membayar pemanfaatan lapangan serta balairung.
Setelah terjadi perdebatan yang saling mengedepankan argumen masing-masing, soal pameran di lapangan H Adam Malik akhirnya diperbolehkan, namun retribusinya ditinggikan perstand sehingga yang melaksanakan pameran, tentu hanya produk yang tergolong bonafid.
Dengan mahalnya retribusi tersebut, diprediksi tidak akan ada lagi bazar menjual berbagai produk seperti dijual di Pasar Horas dan Pasar Dwikora.”Kalau retribusinya dimahalkan, tentu hanya kalangan tertentu yang sanggup memanfaatkan lapangan H Adam Malik untuk promosi produk. Artinya, tidak akan ada lagi bazar bermasalah seperti tahun sebelumnya,” ujar Hendra.
Selanjutnya, terkait dengan konser musik, seluruh komisi akhirnya sepakat dapat digelar di lapangan H Adam Malik. Namun demikian, terkait ratribusi yang harus dibayar, kembali didebatkan lagi. Bahkan ada mengusulkan Rp 50 juta perhari.
“Kalau tidak mampu membayar Rp 50 juta perhari, silahkan menggunakan lapangan Farel Pasaribu dengan retribusi Rp 10 juta perhari,” ujar Dedy Manihuruk dari Komisi 3 yang akhirnya terjadi tawar menawar hingga disepakati Rp 35 juta perhari.
Sementara, pemanfaatan lapangan H Adam Malik juga boleh digunakan untuk kegiataan keagamaan, sosial budaya dan kegiatan kemasyarakatan yang dipergunakan untuk prorangan dan badan hukum dengtan retribusi Rp 2 juta perhari.
Selanjutnya, untuk kegiatan upacara nasional maupun kegiatan ke dinasan termasuk untuk pameran UMKM yang dilaksanakan pemerintah, TNI dan Polri tidak dipungut biaya atau gratis. (In)
Discussion about this post