Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, janji itu ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu yang tentunya harus ditepati supaya muncul kepercayaan orang yang mendengar atau mengetahuinya.
Ada yang bilang janji sama dengan hutang. Tapi, kalau ada hutang uang atau benda bernilai materi dibayar dengan janji, pemberi hutang tentu sangat keberatan. Apalagi dibayar dengan janji, janji dan janji tetapi tidak ditepati.
Karenanya, kalau ada orang tidak menepati janji, sering disebut pembohong karena janjinya, janji palsu. Identik dengan janji hitam yang tentu berlawanan dengan janji suci atau janji putih. Apalagi janji abu-abu sebagai perpaduan antara hitam dengan putih.
Janji beda dengan sumpah meski keduanya sama-sama sebuah ucapan. Karena, sumpah merupakan pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan. Kalau tidak dipenuhi, disebut sumpah palsu atau sumpah hitam yang berbeda pula dengan sumpah putih atau sumpah suci. Apalagi sumpah abu-abu berwarna samar apakah hitam atau putih.
Kemudian, ada juga arti sumpah lain yang bermakna negatif sebagai suatu ucapan kasar atau makian. Misalnya, “sumpah serapah”. Atau bisa sebagai pengakuan seperti “sumpah mati” yang berbeda pula dengan Sumpah Palapa atau sumpah pocong atau jenis-jenis sumpah lainnya.
Tapi, kata sumpah dengan janji sering disandingkan menjadi sumpah janji. Dan, itu wajib diucapkan seseorang yang diangkat, dikukuhkan atau dilantik menjadi pemimpin yang dipilih. Termasuk dipilih dari suatu proses politik. Di antaranya pemimpin suatu kota atau Wali Kota.
Dari uraian di atas, yang akan dibahas melalui tulisan ini, soal janji politik yang tidak menyebut nama Tuhan meski Tuhan tentu maha mendengar. Karena membahas Tuhan, terlalu sensitif. Apalagi soal hubungan manusia dengan Tuhannya, urusan pribadi masing-masing.
Lebih tegas lagi, janji yang dibahas adalah terkait janji politi. Bukan sumpah politik seorang Wali Kota yang dilantik dengan mengucapkan sumpah janji di hadapan rakyat dan disaksikan para malaikat serta didengar Tuhan Maha Pengasih dan Maha Mengetahui.
Tapi, sebelum jauh membahas soal janji politik, perlu juga diperjelas. Karena janji itu identik dengan hutang, janji dalam tulisan ini tentu janji politik yang harus dibayar kepada rakyat. Bukan hutang politik yang harus dibayar kepada para tim pemenangan usai Pilkada. Baik itu dibayar pakai proyek, jabatan atau apa saja yang ujung-ujungnya memiliki nilai materi.
Janji politik itu bisa berbentuk lisan atau tulisan. Diucapkan pada masa kampanye sebagai tahapan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada). Apabila seorang calon gagal memperoleh kursi di jajaran eksikutif, janji tak perlu ditagih. Tapi, kalau calon itu berhasil, janji politik sangat sangat tidak elok kalau tidak ditepati.
Sejatinya, janji secara lisan mungkin sulit diingat meski ada sempat mencatatnya. Tapi, janji yang paling diketahui rakyat atau wakil rakat yang duduk di kursi legislatif sebagai pengawas eksikutif, adalah janji tertulis. Yakni, visi misi sebagai salah satu syarat seorang calon untuk ikut mengikuti proses politik Pilkada.
ISU STRATEGIS
Menelaah visi misi Wali Kota hasil Pilkada yang sudah dipaparkan dan telah banyak beredar luas adalah “Sehat, Sejahtera, Berkualitas”. Kalau dikulik lagi lebih detail, visi misi itu memiliki isu strategis. Masing-masing, Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Pertumbuhan Ekonomi, Tata Kelola Pemerintahan dan Infrastruktur Lingkungan.
Isu strategis merupakan program prioritas untuk diwujudkan dalam jangka waktu tertentu. Seperti peningkatan Sumber Daya Manusia, prioritas untuk peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan, pendidikan pemenuhan kebutuhan penduduk miskin, penertiban kepentingan umum ketentraman masyarakat serta penyediaan lapangan kerja.
Kemudian, Pertumbuhan Ekonomi, prioritas untuk produktifitas UMKM dan volume perdagangan barang dan jasa serta peningkatan iklim usaha yang kondusif dengan optimalisasi potensi daerah.
Selanjutnya, Tata Kelola Pemerintahan dalam rangka mewujudkan pelayanan prima, kinerja birokrasi yang efektif, efesien, trasparan dan akuntabel serta peningakatan sumber pendapatan asli daerah. Terakhir, isu strategis tentang infrastruktur dan lingkungan, meliputi peningkatan infrastruktur daerah serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Kalau dicermati bagaimana pengembangan isu strategis itu, kening masyarakat kelas sandal jepit tentu bisa berkerut tujuh untuk memahaminya. Karena, point demi point memiliki penjabaran, penjabaran dan penjabaran lagi.
Maka, dari pada kening berkerut tujuh yang bisa membuat pening, lebih baik biarkan saja para kepala Organisasi Perangkat daerah (OPD) itu menyusun rancangan kerja masing-masing. Namun, masyarakat yang berkemampuan sesuai bidang masing-masing, termasuk personal yang duduk di lembaga legislatif, diharap tetap mencermati arah pembangunan agar tepat waktu dan tepat sasaran.
Jangan dana pembangunan yang bersumber dari rakyat dan seharusnya kembali kepada rakyat, terbuang percuma masuk ke kantung-kantung entah siapa . Untuk itu, isu strategis pertama seperti peningkatan sumber daya manusia, memang pantas. Dan menjadi keharusan sebagai prioritas pertama.
PENUTUP
Pembangunan demi kemajuan kota sesuai visi misi yang merupakan janji untuk ditepati, tentu bukan hanya mewujudkan pembangunan fisik. Paling mendasar, melakukan pembangunan non fisik. Yakni, membangun sumber daya manusia untuk merobah pola pikir ke arah positif.
Sementara, membangun sumber daya manusia, tidak semudah membangun fisik seperti gedung atau jembatan yang hasilnya bisa langsung kelihatan sesuai masa kerja. Sedangkan membangun sumber daya manusia, hasilnya tidak langsung kelihatan secara fisik.
Selanjutnya, bagaimana sikap rakyat? Untuk menagih janji politik pemenang proses politik sesuai visi misi, tidak dilarang dengan berteriak turun ke jalan kalau saluran memang tersumbat. Sedangkan, pena jurnalis juga akan semakin runcing.
Tapi, terlepas dari ditepati atau tidak janji politik untuk mewujudkan Siantar lebih baik dari kondisi sebelumnya atau malah lebih buruk dari kondisi sebelumnya, sejarah akan mencatat semuanya. Titik! (Penulis: Alumni Fisip Komunikasi UISU Medan)
Discussion about this post