Usamah diminta memimpin pasukan untuk memerangi kaum musyrikin. Umat Islam mampu meraih kemenangan gemilang. Usamah kemudian menghadap kepada Nabi. Dengan wajah berseri, Rasul memintanya untuk bercerita. Usamah pun mengisahkan jalannya pertempuran.
“Ketika kaum itu terkalahkan, aku bertemu seorang laki-laki.
Aku hendak menghujamkan tombak, tetapi laki-laki itu mengucapkan syahadat. Aku tetap menusuk dan membunuhnya,” kisah Usamah.
Wajah Rasulullah kemudian tampak tidak senang. “Celakalah engkau wahai Usamah! Bagaimana nasibmu kelak dengan ucapan la ilaha illallah?” Demikian kata Rasul berulang kali, hingga Usamah serasa ingin membuang semua amal yang pernah ia lakukan.
Meski lelaki yang ia bunuh itu hanya menyelamatkan diri dari kematian atau mencari kesempatan kembali melawan, ia telah tergerak mengucapkan kalimat agung itu. Darah dan hidupnya terlindungi, terlepas dari apapun isi hati dan niatnya. Bagi kita, yang kita ketahui adalah lahirnya, masalah batiniyah dalam hatinya urusannya dengan Tuhannya.
Dalam Islam kesaksian itu menjadi hal yang sangat penting dan fundamental, seseorang yang ingin memeluk agama Islam, diwajibkan untuk mengucapkan dua kesaksian (dua kalimat syahadat), yaitu syahadat tauhid dan syahadat Rasul. Maka setelah itu haram darahnya tertumpah dan kehormatannya dilecehkan.
Demikian juga dalam ibadah syariah Islam, maka segenap ibadah mahdhah harus merujuk kepada Rasul SAW, maka ketika kita berhadapan dengan Allah SWT di akhirat nanti dengan membawa berbagai macam ibadah, namun keshahihannya dibutuhkan konfirmasi dari Rasulullah SAW, maka Allah memanggil Rasul SAW untuk menjadi saksi apakah ibadah yang dilakukan umatnya sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW atau justeru bid’ah yang sesat itu.
“ Dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu) (. QS : An Nisa 41)
Melihat fenomena korupsi di negeri ini, betapa sulit untuk diberangus karena kita tidak berani dan tidak siap menjadi saksi meski kita turut merasakan dampaknya dan sangat tahu kejadiannya. Pelaku korupsi seperti orang buang angin (kentut).
Semua orang merasakan baunya dan dapat dipastikan memang ada yang buang angin, tapi sulit dibuktikan siapa sebenarnya yang buang tersebut. Tidak dapat dinapaktilasi, tapi efeknya sangat terasa bau busuknya.
Boleh jadi korupsi telah terjadi dan dilakukan oleh Pimpinan Perusahaan, Pimpinan Daerah, Kepala Desa, Kepala Sekolah atau pimpinan lainnya. Tapi tak satupun dapat diungkap, bahkan KPK sendiri kesulitan untuk membuktikan, karena kelengkapan administerasi laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran dapat dilampirkan.
Sehingga terkadang muncul dari Badan Pemeriksa Keuangan prediket Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), karena memang secara administerasi dapat dipertanggungjawabkan. Meski warga tahu bahwa telah terjadi penyimpangan dan kebocoran anggaran di sana sini. Hal ini juga berkat kerjasama diantara mereka tikus- tikus perusak bangsa dalam menggerogoti anggaran secara rapi. Sebagaimana Anggelina Sondakh setelah keluar dari buih beberapa hari lalu mengungkapkan, bahwa korupsi tidak mungkin dilakukan secara “single man atau single parent” atau seorang diri. So pasti ada kolaborasi kalau tidak disebut mafia dalam bancaan uang Negara atau uang rakyat.
Pada hakikatnya, kesaksian tidak akan dapat dibohongi atau disimpangkan. Sebab kesaksian adalah wujud nyata fenomena yang telah terjadi. Dan kesaksian itu sesuatu yang jujur, meski ditutupi oleh berkas pertanggungjawaban yang berjibun untuk mengaburkan kebohongan dan korupsi yang terjadi.
Hanya dalam kesaksian sangat dibutuhkan keberanian, itulah yang kita belum punya nyali. Boleh jadi di dunia ini semua kebusukan dapat ditutupi, Hakim disuap, KPK dikibuli, jaksa disemir, bawahan diservis , sehingga tidak terungkap kebenaran yang terjadi. Tapi tidak selamanya semua akan tertutupi, sebab di hadapan Tuhan kelak semua hijab akan terbuka, lalu semua akan dikabarkan.
Jika kita seorang Kepala Sekolah, maka semua guru, siswa dan tenaga kependidikan akan menjadi saksi prilaku kita nanti di hadapan- Nya. Jika kita Pimpinan Perusahaan atau Pimpinan Daerah, maka semua bawahan akan menjadi saksi atas apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh mereka yang kita pimpin. Kepala desa, RT/RW dan lainnya, demikian juga dan seterusnya.
Sayangnya, baru di sana ketika berhadapan dengan-Nya kita akan berani jujur, sebab Tuhan adalah hakim yang jujur, benar dan adil.
Firman Allah SWT “Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya? (QS; At Tin ; 8). (***)
(Asmen : Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja dan Pengawas SMK Kota Pematangsiantar)
Discussion about this post