P.Siantar, Aloling Simalungun
Mengaku diintimidasi oknum tertentu, masyarakat dari Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi) yang menduduki lahan HGU PTPN III selama 18 tahun di Kelurahan Bah Sorma dan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, mendatangi DPRD Siantar untuk minta perlindungan.
Aspirasi tersebut disampaikan Jason Sihombing dan Tamri sebagai ketua dan sekretaris Futasi kepada Ketua Komisi I DPRD Siantar, Andika Prayogi Sinaga. Didampingi personel komisi I lainnya. Berlangsung di ruang gabungan Komisi DPRD Siantar, Selasa (26/4/2022).
“Sejak tahun 2004, kami dari kelompok Futasi yang menduduki lahan eks HGU PTPN III selalu damai mengelola lahan sebagai sumber pertanian. Tapi, mulai tahun 2021, kami mendapat gangguan dari pihak PTPN III yang datang bersama seorang bermarga Pandiangan. Kami diintimidasi,” ujar Tamri.
Pada kesempatan tersebut, Futasi yang datang bersama anggota yang jumlahnya sekitar 70 orang, mengaku merasa takut. Apalagi saat dilakukan pemasangan plang yang menjelaskan lahan tersebut merupakan HGU PTPN III beberapa waktu lalu, ada lima orang teman mereka diamankan kepolisian meski akhirnya dikembalikan.
Hal senada disampaikan Jonar Sihombing. Padahal, tahun 2010, warga yang menduduki lahan garapan sebanyak 150 kepala keluarga (KK), sudah disensus dan tercatat sebagai peserta Pemilu legislatif, Pilpres maupun Pilgub. Bahkan, warga ada terdaftar sebagai peserta Program Keluarga Sejahtera (PKH) untuk mendapat bantuan dari pemerintah.
“Kalau dikatakan lahan yang kami duduki itu lahan HGU PTPN III, kami tidak mengakuinya. Karena saat menduduki lahan tahun 2004, HGU PTPN III telah berakhir. Tapi, dua tahun kemudian atau tahun 2006, ada perpanjangan HGU,” ujar Jonar Sihombing.
Dijelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) No 40 tahun 1990, lahan HGU tidak boleh diperpanjang kalau sempat ditelantarkan. Ketentuan itu juga diperkuat Keputusan Menteri ATR No 7 Tahun 2017. “Lahan HGU tidak boleh diperpanjang kalau lahan tidak aktif lagi,” ujarnya.
Andika Prayogi Sinaga mengatakan, apa yang dialami masyarakat tersebut, diketahui Komisi I. Namun, untuk menindaklanjutinya tentu butuh waktu untuk dikoordinasikan kepada pihak terkait.
“Silahkan, sampaikan apa yang perlu disampaikan. Kita mencatat semua,” kata ujar Andika Prayogi yang juga diamini anggota Komisi I lainnya, Tongam Pangaribuan. Karena, aspirasi tersebut dapat ditindaklanjuti pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan semakin hangat saat ibu rumah angga, Tiomery Sitinjak mengatakan, KTP mereka diminta Ramses Pandiangan. Tapi, setelah diberikan, masyarakat tidak mengetahui untuk apa KTP tersebut digunakan. Terkait dengan itu, Komisi I DPRD Siantar sempat bertanya siapa Ramses Pandiangan dan masyarakat mengatakan, yang bersangkutan “orangnya” PTPN III.
“Saat ini, kami seperti trauma, Kalau ada pihak kepolisian datang, anak-anak kami malah menjadi takut. Untuk itu, tolonglah kami. Kami sudah 18 tahun mengelola lahan untuk menghidupi keluarga tetapi mengapa baru sekarang disuruh pindah,” ujar boru Sitinjak.
Pada kesempatan itu, sempat terjadi dialog. Bahkan, Komisi I DPRD Siantar merasa heran mengapa setelah 18 tahun masyarakat mengelola lahan, baru tahun 2022 disuruh pindah. Apalagi selama ini dikatakan tiada legislasi asset. Sehingga, terkesan terjadi pembiaran.
Bahkan, soal nama Ramses Pandiangan yang disebut-sebut membuat statemen dan melakukan intimidasi kepada warga, perlu dipertanyakan keberadaannya. ”Cara Ramses itu tidak tepat. Sekarang, kita sudah menampung aspirasi yang disampaikan dan kita akan melakukan pertemuan lanjutan,” ujar Andika Prayogi yang juga disepakti personel Komisi I lainnya.
Pertemuan lanjutan, direncanakan usai Hari Raya Idul Fitri mendatang. Pihak yang akan diundang, antara lain, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Siantar, Pemko Siantar serta pihak PTPN III.
ASPIRASI TERTULIS
Di penghujung pertemuan, masyarakat dari Futasi menyampaikan aspirasi secara tertulis kepada Komisi I DPRD Siantar. Aspirasi tersebut terdiri dari 8 point. Selain minta kepada Pemko Siantar agar melindungi masyarakat karena lahan yang mereka duduki, adalah wilayah Kota Siantar. Sesuai dengan PP 15 tahun 1986 dan Lembaran Negara No 23 tahun 1986.
Kemudian, Pemko dan DPRD Siantar diminta menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) bahwa di wilayah Kota Siantar tidak diperbolehkan lagi ada lahan HGU PTPN. Selanjutnya, Pemko diminta secara resmi menerbitkan Tata Ruang Wilayah terkait batas wilayah kota Siantar dan Kabupaten Simalungun.
Untuk kepentingan masyarakat, lahan yang diduduki masyarakat seluas 126,59 hektar diminta agar lebih dulu dimusyawarahkan Pemko Siantar dengan masyarakat yang menduduki lahan dimaksud. (In)
Discussion about this post