P.Siantar, Aloling Simalungun
Ketua Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi), Jonas Sihombing mengecam upaya pihak PTPN III melakukan penanaman bibit sawit di sebagian lahan yang sudah dikelola masyarakat penggarap sebagai areal pertanian sejak puluhan tahun.
Kecaman tersebut disampaikan Jonas Sihombing di sela-sela kegiatannya melakukan pesta penempatan rumah baru yang dihadiri masyarakat serta handai tolan maupun para keluarga yang sengaja diundang untuk hadir, Selasa (21/6)2022).
“Penanaman itu menyalahi aturan karena tanpa pemberitahuan dan tak ada dasar hukumnya karena sudah ditangani Kantor Staf Presiden (KSP),” ujarnya sembari memperlihatkan surat dari KSP No. B-21/KSK/03/2021 tentang Permohonan Perlindungan terhadap Lokasi-lokasi Prioritas Penyelesaian Konflik Agraria Tahun 2021.
Selain itu, KSP dikatakan juga telah mengeluarkan surat No B-046/KSP/D.2/04/2022 tentang Tindak lanjut Kasus Pengaduan FUTASI Pematangsiantar pada tanggal 4 April 2022. Dan, surat tersebut, merupakan respon atas pengaduan FUTASI atas konflik yang mereka hadapi dengan PTPN III.
“Kenapa saat kami melakukan pesta dilakukan penanaman? Ini seperti ada udang di balik batu dan merupakan intimidasi kepada saya dan masyarakat yang tergabung di Futasi. Masyarakat sendiri sangat terkejut. Jadi, hentikan intimidasi ini,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Futasi juga telah meminta penyelesaian konflik dan redistribusi tanah ke Kanwil ATR/BPN Sumatera Utara pada tanggal 9 Juni 2022. Sementara, Futasi dikatakan sudah menerima surat secara tertulis dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dengan Sekretaris Jendral Dwi Kartika.
Surat tersebut dikatakan mendorong data seluas 532 desa dengan luasan 655.870 hektar dan 201.419 Kepala Keluarga (KK) Penggarap ke Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kemenko Perekonomian, dan Kementerian Desa, serta KSP untuk diselesaikan konflik agraria dalam kerangka reforma agraria sejati.
Lebih lanjut surat dari KPA menyatakan bahwa konflik-konflik yang disebabkan oleh PTPN tersebut terjadi secara berkepanjangan dan berlarut-larut. Sebab, pemerintah tidak pernah menyasar wilayah-wilayah konflik agraria PTPN sebagai lokasi-lokasi prioritas penyelesaian konflik. Namun hingga detik ini tidak ada satu pun yang berhasil diredistribusikan tanahnya pada penggarap dan terselesaikan konfliknya.
Kemudian, perintah Presiden Joko Widodo pada berbagai lembaga dan kementerian negara dalam penyelesaian konflik agraria, nyatanya tidak pernah mendapat perhatian serius untuk diselesaikan.
Terhadap situasi di atas, KPA menuntut pemerintah agar segera melakukan beberapa tindakan. Di antaranya, PTPN III segera menghentikan berbagai tindakan kekerasan, intimidasi, kriminalisasi dan upaya perampasan tanah petani penggarap FUTASI yang memperjuangan hak atas tanahnya.
Kepala Polisi Republik Indonesia dan Panglima Tentara Negara Republik Indonesia menarik seluruh aparat kepolisian dan TNI di lapangan. Kepala Polisi Republik Indonesia dan Panglima Tentara Negara Republik Indonesia untuk menindak aparat kepolisian dan TNI yang melakukan berbagai tindakan kekerasan dan intimidasi di wilayah konflik agrarian.
“Selanjutnya surat KPA itu meminta Presiden segera memerintahkan Kementerian BUMN segera menindak tegas PTPN III yang telah melakukan tindakan kontra produktif di wilayah Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA),” ujar Jonas.
Selanjutnya, Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian BUMN, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Keuangan, Kemenko Perekonomian untuk segera mempercepat penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah bekas HGU PTPN pada Petani.
“Terakhir, surat KPA itu menyatakan Presiden Joko Widodo memerintahkan semua Kementerian dan Lembaga terkait untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria yang melibatkan PTPN dan perusahaan Negara,” ujar Jonas mengakhiri. (In)
Discussion about this post