P.Siantar, Aloling Simalungun
Pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) khususnya tentang batas wilayah Kota Siantar yang berkurang 406 hektar belum tuntas juga. Pasalnya, Pemkab Simalungun dinilai belum bersedia melakukan pembahasan.
Namun, kalau Pemkab Simalungun tetap tak bersedia duduk bersama dengan Pemko Siantar yang juga akan dihadiri Pemprov Sumatera Utara, bisa saja DPRD Siantar melakukan demo mendatangi Kemendagri dan DPR RI.
Pernyataan itu terungkap saat Komisi III DPRD Siantar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Bappeda Kota Siantar tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2021 yang berlangsung di ruang Komisi III, Rabu (6/7/2022).
“Pembahasan Ranperda RTRW yang diajukan kemarin akhirnya terkendala. Akibatnya, waktu, tenaga dan dana yang sudah digunakan terbuang sia-sia karena Pemko Siantar tidak konsekuen melaksanakannya,” ujar Astronout Nainggolan dari Komisi III.
Dijelaskan, saat Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) RTRW diusulkan Pemko kepada DPRD Siantar untuk dibahas, ternyata wilayah kota Siantar yang sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2013, seluas 7.990 hektar malah berkurang menjadi 5.791 hektar.
“Luas wilayah kota Siantar berkurang dan semakin sempit. Ini semperti memakai baju. Apakah baju yang semakin sempit atau badan yang semakin gemuk,” ujar Astronout sembari mengatakan, sebelumnya ada Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 1986 bahwa kota Siantar seluas 8.860 hektar
Sampai sekarang PP No 15 tahun 1986 itu menurut Astronout belum dicabut. Tapi, mengapa Pemko tidak menggunakan PP dimaksud supaya luas wilayah Siantar kembali 8.860 hektar. Kemudian, saat diketahui bahwa luas kota Siantar semakin sempit mengapa Pemko tidak langsung turun ke lapangan melakukan pengukuran.
“Saat Ranperda yang sempat diusulkan tetapi akhirnya ditolak DPRD Siantar untuk dibahas karena terjadi pengurangan luas Kota Siantar, mengapa Pemko tidak langsung melakukan perbaikan pengukuran titik kordinat. Ada apa ini? Padahal, itu yang kita butuhkan untuk melakukan pembahasan Ranperda yang tertunda itu,” beber Astronout.
Menanggapi permasalahan tersebut, Sekretaris Bappeda Hamam Soleh mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pengukuran titik kordinat. Bahkan lebih 100 titik kordinat batas wilayah Kota Siantar dengan Kabupaten Simalungun selesai diukur.
“Sekarang tinggal membuat rumusan dan ada peta bahkan tenaga ahli yang kita gunakan sangat mumpuni. Masalahnya sekarang, tinggal duduk bersama dengan Pemkab Simalungun untuk membahas. Tapi, Pemkab Simalungun belum bersedia,” ujar Hamam Soleh.
Sementara Plt Bappeda Siantar, Farhan Zamzami memperjelas, Sekda Kota Siantar juga sudah turun tangan untuk berkoordinasi dengan Sekda Simalungun agar duduk bersama membahas batas wilayah tersebut. Namun, Pemkab Simalungun belum bersedia juga .
“Pengukuran sudah kita lakukan dan disaksikan Lurah atau pangulu desa dari Simalungun yang wilayahnya semula merupakan Kota Siantar. Jadi, kalau Simalungun merasa wilayahnya diambil, kita bisa plot karena sudah diukur dengan menyertakan Badan Pertanahan Nasional kota Siantar dan kabupaten Simalungun. Dan, wilayah Kota Siantar sepertinya bisa kembali menjadi 8000-an hekat lagi,” ujar Farhan.
Setelah kendala soal batas wilayah terungkap karena Pemkab Simalungun belum bersedia duduk bersama menentukan titik koordinat, Astronout Nainggolan menyatakan masalah tersebut sudah politis. Untuk itu, Bappeda diminta melengkapi hasil pengukuran yang sudah dilakukan untuk dibawa ke Kemendagri dan DPR RI.
“Kalau Pemkab Simalungun tidak bersedia membahas batas wilayah dengan Pemko Siantar, lebih baik kita demo ke DPR RI dan ke Kemandagri. Apalagi beberapa hari lalu saya sudah berkoordinasi dengan salah seorang anggota DPR RI untuk penyelesaian batas wilayah itu,” tegas Astronout.
Meski RDP sempat berlangsung alot dan para anggota Komisi III lainnya sepakat agar masalah itu dilemparkan saja kepada Kemendagri yang tentu akan didukung DPR RI, Farhan mengatakan bahwa pihaknya akan kembali memanggil Pemkab Simalungun untuk membahas soal titik kordinat tersebut.
“Ya, kita akan mengundang Pemkab Simalungun sekali lagi. Kalau tetap diindahkan, lebih bagus kita serahkan masalah ini kepada Kemendagri untuk diselesaikana,” ujar Farhan lagi.
Di penghujung RDP, Frengki Boy Saragih dan Dedy Manihuruk mengatakan agar Komisi III membuat rekomendasi percepatan pembebasan lahan kota Siantar seluas 406 hektar supaya kembali ke Siantar.
Selanjutnya pimpinan RDP, Daud Simanjuntak menyatakan setuju. Karena, dengan kembalinya luas kota Siantar seperti semula dan RTRW disahkan menjadi Perda, investor yang selama ini ragu masuk Siantar karena Perda RTRW tidak kunjung selesai, tentu tertarik berinvestasi di Kota Siantar. (In)
Discussion about this post