Dalam kehidupan sehari-hari bahasa sangat berguna dan sangat penting dalam melancarkan dan mendukung aktifitas maupun kegiatan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari di dalam berkehidupan sosial. Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya.
Melalui bahasa, Manusia juga menyesuaikan diri dengan adat Istiadat, tingkah laku, tata karma yang ada dimasyarakat, dan juga lebih mudah membaurkan diri dengan segala bentuk dimasyarakat. Bahasa juga merupakan suatu cara yang tertata berdasarkan simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul antara satu dengan yang lainnya.
Bahasa adalah bagian dari Budaya Batak sebagai alat komunikasi yang melibatkan tindakan, pilihan dan juga penafsiran. Demikian juga jemaat di HKBP, yang berlatar belakang suku Batak, maka dari itu Bahasa Batak adalah sebagai aspek penting untuk berkomunikasi di dalam ruang lingkup peribadahan.
Pemahaman tentang budaya supaya berfikir tentang diri kita sendiri dan juga hubungan dengan orang lain, juga bagaimana kita menetapkan serta mencapai satu tujuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana penggunaan Bahasa Batak Toba didalam tata ibadah di HKBP. Pemahaman HKBP tentang makna hari Minggu dijelaskan dalam Konfessi HKBP tahun 1996 pasal 11. dinyatakan bahwa “Hari Minggu adalah hari di mana orang percaya dapat mensyukuri, merayakan dan juga Memperingati hari Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dan Turunnya Roh Kudus. Karena dengan merayakan hari Minggu itu kita memperingati karya penciptaan Allah dari permulaannya sampai pada hari ini.
Tata Peribadahan Kebaktian Minggu dari Tahun 1940-sekarang, Liturgi atau tata kebaktian Minggu dimasukkan dalam urutan pertama dalam Agenda baik yang berbahasa Batak maupun yang berbahasa Indonesia. Pada Tahun 1972 Tata peribadahan di Gereja memuat aturan bagi para Pendeta, yaitu para pendeta harus berkhotbah sesuai dengan Perikop yang telah ditentukan menurut tahun Gerejawi oleh HKBP. Mereka juga harus harus menggunakan Agenda dan Buku Ende di dalam menjalankan Ibadah Minggu.
Peraturan ini masih berlaku dalam Tata Gereja, hanya saja ditekankan tentang pentingnya buku Almanak HKBP (berdasarkan Tahun Gerejawi) sebagai sumber untuk melihat perikop yang telah ditentukan untuk dikhotbahkan dalam Kebaktian Minggu.
Begitu juga dengan Pendeta yang berkhotbah, Bahasa yang digunakan harus menggunakan bahasa Batak Toba. Dalam Penyampaiannya juga harus jelas sehingga jemaat yang mendengarkan nya dapat mengerti dan memahami yang disampaikan oleh pengkhotbah.
Dalam tata peribadahannya juga dipakai secara berurutan sesuai dengan yang ada di Almanak. Penyampaian Khotbah juga harus tertulis sesuai yang ada di Bibel Batak Toba. Bahasa ini dipergunakan oleh penuturnya sebagai bahasa penghubung sehari-hari di samping bahasa Indonesia. Bahasa ini juga sangat melekat dalam percakapan dan gaya hidup keluarga Toba. Sehingga seringkali bahasa daerah lebih menonjol daripada bahasa persatuan itu sendiri yaitu bahasa Indonesia.(penulis adalah mahasiswa STT-HKBP Pematang Siantar)
Discussion about this post