P.Siantar, Aloling Simalungun
Pembangunan Rumah Adat Simalungun di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta yang saat ini pembangunannya sudah hampir selesai dinilai Pemangku Adat dan Cendikiawan Simalungun (Partuha Maujana Simalungun) tidak sesuai budaya Simalungun untuk itulah Pemangku Adat dan Cendikiawan Simalungun melakukan protes keras.
“Pembangunan rumah tradisional itu menyalahi dan jauh dari harapan karena tidak menggambarkan adat budaya Simalungun sesungguhnya,” ujar Ketua Umum DPP PMS, Dr Sarmedi Purba SpOG kepada sejumlah jurnalis di Siantar Hotel, Senin (5/2/2024).
Dr Sarmedi Purba SpOG turut didampingi sejumlah tokoh adat Simalungun dan aristek serta tim advokasi PMS. Diantaranya, Hotman Damanik, Rohdian Purba, Djapaten Poerba, Pdt Benyamin Sinaga dan Agus Purba sebagai Tim Advokasi PMS.
Dr. Sarmedi Purba SPOG mengatakan saat ini pembangunan rumah adat tersebut menimbulkan keresahan warga Simalungun
karena pembangunan rumah adat tersebut tidak menunjukkan identitas Simalungun.
Kami sangat menyesalkannya apalagi sejak awal Pemangku Adat dan Cendikiawan Simalungun sudah memperingatkan pihak TMII. Sebelum pembangunan Pemangku Adat dan Cendikiawan Simalungun bersama tokoh Simalungun di Jakarta Berkumpul yang difasilitasi Badan Penghubung Sumatera Utara dengan pihak TMII Sumut Jln.Jambu No.29 Menteng Jakarta memberikan masukan mengenai Rumah Adat Simalungun terkait bentuk, struktur arsitektur serta pendukung lainnya tetapi hal ini juga tidak dijadikan acuan terhadap koreksi perencanaan serta aplikasi pada pekerjaan konstruksi maupun arsitektural tidak dijadikan acuan untuk pelaksanaan perencanaan maupun pelaksanaan konstruksi.
Sebelumnya telah dikirim segala data mengenai Rumah Adat Simalungun kepada pihak terkait tetapi hal tersebut
Identitas Simalungun tidak ada tergambar di rumah adat Simalungun kita berharap
Pemprovsu bersedia untuk mengubah/memperbaikinya ujar Dr. Sarmedi Purba SPOG.
Dijelaskan, saat pembangunan dilaksanakan tidak berkoordinasi kepada PMS sebagai pemangku adat. Sehingga, terkesan tertutup atau tidak terbuka. Selanjutnya, PMS melihat pembangunannya tampak tanda-tanda tidak menggambarkan etnis Simalungun.
Karena itu, PMS melakukan peninjauan langsung dan melakukan pertemuan yang difasilitasi Badan Penghubung dari Sumatera Utara, tertanggal 28 Agustus 2023. Turut dihadiri para tokoh dari Simalungun dan pejabat maupun arsitek dari Simalungun sebagai Tim Ahli Cagar Budaya yang bersertifikat.
Saat itu, PMS bersama tim sudah memberi berbagai masukan. Namun, apa yang disampaikan malah diabaikan.Terbukti, setelah pembangunan yang dananya bersumber dari APBD Sumatera Utara tahun 2023 itu hampir selesai, banyak menyalahi.
“Kita bukan mau cari ribut. Karena, kalau menyalahi, itu sama saja dengan penghinaan terhadap etnis Simalungun ,” ujar Dr Sarmedi lagi sembari mengatakan, PMS telah menyurati pihak TMII dan Badan Penghubung Sumatera Utara, tetapi tidak ada tanggapan.
Ditegaskan juga, PMS siap berjuang agar bangunan rumah tradisional itu ditinjau kembali atau dibongkar untuk dirobah sesuai dengan ketentuan. Kalau soal anggaran diharap dapat ditampung dalam Perubahan (P) APBD Sumatera Tahun 2024 mendatang.
“Bila perlu melakukan aksi unjuk rasa. Namun, dalam waktu dekat, ada juga upaya kita menemui Gubernur Sumut atau melakukan lobby dengan tokoh-tokoh Simalungun di DPR RI,” kata Sarmedi Purba.
Sementara, Hotman Damanik sebagai Ahli Cagar Budaya dan Arstektur Ragam Hias mengatakan, hal yang tidak sesuai ketentuan terkait rumah tradisional Simalungun itu sangat fatal dan tidak sesuai contohnya penempatan Pinar Horbou.
Kekeliruan itu ada pada bangunan struktur, aristektur dan lainnya seperti ornamen ragam hias, bentuk bentuk sakral dan bentuk pendukung lainnya. “Sedangkan berbagai data mengenai rumah tradisional yang disampaikan kepada pihak terkait tidak dijadikan petunjuk pelaksanaan perencanaan maupun pelaksanaan kontruksi di lapangan,” bebernya.
Ditegaskan lagi, rumah tradisional itu terkait dengan nilai-nilai luhur adat budaya suku Simalungun yang berjati diri dan beridentitas sebagai salah satu suku di nusantara. Dan bangunan itu juga akan menjadi warisan suku Simalungun kelak secara adat, budaya dan akan tetap terwariskan kepada generasi mendatang.
Sebelumnya, Agus Purba sebagai Tim Advokasi PMS mengatakan, soal keberagaman aneka suku dan budaya di Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi salah satu kunci dalam keberhasilan Indonesia merangkum setiap perbedaan menjadi semboyan Bhineka Tunggal Ika.
“Konsep pembangunan TMII dan diperkuat dengan adanya undang-undang No 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan yang disahkan pemerintah sebagai acuan legal formal pertama untuk mengelola kekayaan budaya Indonesia,” ujarnya. (tp)