BATAK sebagai salah satu suku besar yang ada di Indonesia tentu juga memiliki bahasa daerah yang diwariskan secara turun temurun yakni Bahasa Batak. Bahasa batak berperan Sebagai budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Bahasa Batak sebagai alat komunikasi melibatkan tindakan, pikiran, dan penafsiran. Kendati Demikian penggunaan bahasa Batak sudah mulai berkurang terutama di kalangan masyarakat Batak yang Tinggal di perkotaan.
Demkianlah halnya dengan gereja-gereja di perkotaan besar yang mayoritas jemaatnya adalah suku Batak, seperti HKBP, GKPI , HKI, GPKB dan lain-lain. Sebagaimana gerej-gereja ini berangkat dari suku Batak, maka bahasa Batak juga merupakan aspek penting dalam ruang lingkup peribadahan sebagai alat Komunikasi sesama jemaat maupun alat komunikasi yang digunakan untuk Beribadah kepada Tuhan.
Berdasarkan kondisi bahwa jemaat yang sudah lama tinggal di kota atau bahkan sejak lahir sudah berada di kota tentu mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ataupun memahami bahasa Batak. Maka penggunaan Bahasa Batak dalam tata ibadah kurang diminati yang berpengaruh pada kualitas ibadah tersebut, dimana jemaat jadi kurang memaknai arti peribadahan yang berlangsung.
Namun hal tersebut bukanlah alasan untuk menyerah , orang Batak perlu melestarikan bahasa Batak untuk generasi berikutnya, sebagai bentuk Penghargaan dan rasa cinta terhadap budaya Batak. Karena bahasa Batak adalah salah satu dari budaya khas orang Batak yang bernilai tinggi, maka itu harus kita imani sebagai berkat dari Tuhan yang diberikan melalui nenek moyang kita.
Melestarikan bahasa Batak di tengah gereja juga merupakan penghargaan kepada misionaris yang datang ke tanah Batak, yakni Ludwig Ingwer Nomensen yang telah berjuang mati-matian termasuk mempelajari bahasa Batak agar kekristenan dapat masuk ke tanah batak.
Dalam hal ini maka gereja dapat berperan sebagai benteng pelestarian bahasa Batak dengan melakukan upaya-upaya bagaimana bahasa Batak tersebut bisa tetap terjaga. Salah satu contohnya adalah dengan rutin mengadakan ibadah hari minggu berbahasa Batak setidaknya satu kali setiap bulan.
Mengajarkan bahasa Batak secara perlahan melalui kebaktian ataupun perkumpulan seperti kepada kaum pemuda-pemudi Gereja, Sekolah minggu, maupun perkumpumpulan orangtua.
Maka dari itu dibutuhkan pelayan-pelayan yang siap memperlengkapi diri dengan Bahasa, teologi, dan budaya agar mampu mengajarkan hal tersebut dengan baik kepada jemaat melalui gereja. (New Rahmat Gultom, Mahasiswa STT HKBP Pematang siantar)
Discussion about this post