Pemberian hibah dapat menjadi masalah apabila bentuk pemberian berupa tanah tidak disertai dengan bukti-bukti ketetapan hukum yang berlaku, bukti-bukti tersebut harus ada agar tidak digugat oleh pihak ketiga karena pemberian hibah berupa harta yang tidak bergerak kepada orang lain tidak dapat ditarik kembali.
Beberapa ketentuan pemberian hibah adalah pemberian berupa tanah disertai dengan akta dari pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yaitu berupa akta, ada saksi, akte asli disimpan oleh notaris, pemberian hibah bersifat final, tidak bisa ditarik kembali.
Saya bukanlah Notaris dan bukanlah ahli hukum, saya hanyalah seorang warga jemaat GKPS yang ingin menulis sebuah sudut pandang dan perspektif mengenai apa yang terjadi di GKPS.
Saya hanya menyadur dan melihat dari perspektif mengenai apa yang dimaksud dengan dalam Pasal 1666 KUH Perdata: “ Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu ”
Apa yang bisa kita kaji dari Pasal 1666 KUH Perdata tersebut ?
Pertama, penerima hibah tentu akan menerima manfaat, bukan saja Pemkot Pematangsiantar, tapi juga masyarakat yang ada disekitar, masyarakat akan diuntungkan, harga jual beli tanah akan naik, penerimaan pajak ke Pemkot semakin besar, kemacetan bisa dihindarkan, masyarakat mudah untuk beraktifitas baik sekolah, kuliah maupun yang lalu lalang. Lembaga Pendidikan yang ada termasuk kampus juga tertolong bisa menaikkan daya tarik dan promosi untuk penerimaan Mahasiswa baru.
Kedua dan sekaligus sebuah pertanyaan bersama, apakah pemberian hibah tersebut benar-benar sukarela ? Tanah yang dihibahkan tersebut merupakan tanah semua warga jemaat GKPS, sehingga perlu kita pertanyakan apakah pemberiannya dengan ketulusan, tanpa pamrih dan sukarela ? Atau malah ada oknum yang diuntungkan, jika ada yang diuntungkan dari pemberian tanah hibah tersebut maka secara moralitas termasuk juga secara KUH Perdata Pasal 1666 sudah melanggar karena isi pasal tersebut adalah pemberi hibah memberikannya dengan cuma-cuma.
Tulisan saya ini hanyalah sebuat sudut pandang dari sisi keuntungan, tulisan ini ingin memberikan sebuah perspektif bahwa dalam pemberian hibah si pemberi hibah tidak ada kepentingan, memberikan dengan sukarela, tidak ada pamrih dan harus diberikan dengan ketulusan. Semoga perspektif ini bisa menjadi bahan renungan bersama buat kita semua. (penulis adalah salah satu jemaat GKPS tinggal di Kota Bogor)
Discussion about this post