KISAH kapak pembawa petaka ini merupakan kisah yang sudah sering kita dengar berulang- ulang disajikan oleh para penceramah dengan berbagai versi dan stressing (tekanan). Namun kisah ini masih relevan untuk kita ulang kembali sekedar menjadi penyegar dalam kondisi sulit saat ini, di masa pandemic Covid- 19 yang masih menghantui.
Alkisah, seorang saudagar kaya, memiliki banyak harta, diantaranya ada beberapa rumah tinggal yang mewah, kenderaan yang berjajar, ternak, sawah ladang yang luas dsb. Dalam kondisi saat ini saudagar tersebut sedang mengalami sakit keras, berbagai dokter, tabib dan tenaga kesehatan lainnya sudah menyatakan angkat tangan untuk menyembuhkan saudagar kaya dimaksud.
Dalam kondisi kritis tersebut, beliau mengadakan sayembara, bahwa bagi siapa saja yang berkenan untuk menemaninya tidur di sebelah kuburnya selama 40 hari 40 malam dengan segenap kebutuhan selama menemani akan disiapkan oleh keluarga saudagar tersebut, maka baginya separuh harta akan dihadiahkan untuknya.
Dari isteri dan anaknya serta keluarga karib kerabat tak ada seorangpun yang bersedia, para tetangga, handai tolan juga enggan mengikuti sayembara besar tersebut. Hanya seorang lelaki miskin dari desa tetangga yang menyanggupi dan siap untuk menjadi teman saat di kuburan selama jangka waktu tersebut.
Dengan mengikuti sayembara tersebut sang lelaki miskin usia separuh baya yang pekerjaan sehari- harinya sebagai pencari kayu di hutan tersebut, ia ingin merubah nasib kehidupannya agar bisa menjadi orang kaya. Dalam gambaran di benaknya, bahwa separuh harta tersebut sudah menjadikannya orang kaya yang terpandang di daerahnya, dan pekerjaan tersebut relatif mudah, ringan tanpa resiko. Ia sudah membayangkan, bahwa 40 hari lagi ia segera menjadi miliarder dan tak perlu bersusah payah mencari kayu lagi.
Setelah usai pemakaman sang hartawan, para pelayatpun segera meninggalkan lokasi pekuburan tersebut, sejak saat itulah tukang kayu miskin mulai bertugas, tugasnya hanya tidur di sebelah kuburan hartawan yang baru saja dikebumikan. Keluarga mayat membuatkan baginya sejenis kemah sederhana untuk tempat ia duduk atau tiduran dan tidak boleh meninggalkan tempat tersebut selama waktu 40 hari 40 malam, jika sesaat saja yang bersangkutan meninggalkan tempat tersebut, maka dinyatakan gagal.
Di malam pertama, justeru keganjilan mulai terjadi, dalam keadaan antara terlelap dan terbangun, sang teman tukang kayu tersebut didatangi dua Malaikat yang meng-introgasinya dengan beberapa pertanyaan dengan barang bawaannya berupa sebuah kapak kecil yang biasa ia pakai untuk mencari kayu di hutan.
Ia sendiri merasa ganjil, seharusnya yang dijumpai dan ditanyai Malaikat adalah mayat hartawan tersebut, tapi justeru orang yang menemaninya jadi sasaran tembak.
Kedua Malaikat tersebut menanyakan tentang asal muasal kapak kecil tersebut, si Miskin menjawab, bahwa kapak tersebut di peroleh dari orangtuanya sebagai warisan, karena hanya itulah harta yang ditinggalkan oleh orangtua. Malaikat masih menanyakan berapa ahli waris saat orangtuanya wafat.
“Berapa orang ahli waris yang ditinggalkan oleh orangtuamu” tanya Malaikat
“Tiga orang, ada kakakku, aku dan seorang adikku” jawabnya.
“Apakah kapak itu kau miliki sudah seizin mereka? Karena mereka juga punya hak waris pada kapak itu”
“Tidak, sungguh mereka tidak tahu tentang kapak ini” jawabnya
Malam- malam selanjutnya, kedua Malaikat tersebut terus datang dan tetap menanyakan asal muasal kapak kecil tersebut dan kemana dimanfaatkan. Hari- hari itu ia menjadi berat dengan introgasi orang asing (Malaikat) yang belum pernah dikenalnya selama ini. Beberapa hari kemudian dadanya menjadi sesak dan begitu sulit untuk menjawab setiap pertanyaan kedua makhluk aneh tersebut. Hanya sebuah kapak kecil, menjadi begitu dahsyatnya beban pertanyaan olehnya.
Lalu ia berpikir, bahwa harta sebesar kapak kecil saja membutuhkan waktu yang begitu lama untuk mempertanggungjawabkannya, hingga 39 hari belum tuntas dan masih banyak lagi pertanyaan menanti, apalagi dengan harta yang lebih dari itu, maka sungguh sangat sulit nanti beban yang harus ditanggung dengan banyaknya dan dahsyatnya pertanyaan di hadapan Allah SWT. Maka ia putuskan untuk segera membatalkan sayembara tersebut sehari menjelang hari kemenangannya. Ia merasa tidak akan mampu menjawab segenap pertanyaan nantinya dengan harta yang akan diterima hasil sayembara tersebut. Ia menegaskan, bahwa ia cukup puas dengan keberadaan hidupnya selama ini.
Lalu bagaimana dengan harta yang ada di tangan kita saat ini? Sudahkah sah menjadi hak kita secara penuh. Atau masih ada tetes air mata atau keringat, mungkin juga darah orang lain yang kita kantongi dalam saku kita.
Harta halal saja sangat sulit nanti kita pertanggungjawabkan, apalagi jika ada syubhat atau ada haram di dalamnya. Sungguh kapak kecil membawa petaka, lalu kapak yang mana lagi yang akan membawa kemaslahatan bagi kita? Ketika harta kita belum kita ajak untuk menjadi teman kebaikkan abadi di hadapan-Nya.(***)
(Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Pematangsiantar dan Sekretaris Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja)
Discussion about this post