Masyarakat Siantar, apalagi masyarakat kelas sendal jepit tentu tidak memahami tentang “1001 Usulan”. Karena yang memahaminya hanya kalangan tertentu dari lingkungan Pemko Siantar. Itupun yang mengurusi soal perencanaan pembangunan Siantar 2023 mendatang.
Pastinya, tentang “1001 Usulan” yang mencuat bulan lalu dan mungkin nyaris terlupa itu, merupakan aspirasi masyarakat melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kelurahan. Kemudian, diusung lagi ke tingkat kecamatan. Baik berbentuk pembangunan fisik maupun non fisik.
Selanjutnya, pada Maret 2022 lalu, disampaikan kepada Pemko Siantar dan dikumpul melalui Musrenbang Rencana Kerja Pimpinan Daerah (RKPD) di tingkat kota tahun 2022 dengan tema, “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Kemudian, akan ditindaklanjuti menjadi pembangunan dengan menggunakan dana APBD Siantar 2023.
Perlu diketahui, “1001 Usulan” itu berbeda dengan “1001 Malam” yang identik dengan kota Bagdad di Irak sebagai “Negeri 1001 Malam”, berdiri tahun 762 silam. Menyimpan banyak budaya dan melahirkan para pemikir. Bahkan, karena menjadi tonggak sejarah terhadap disain sebuah kota, pernah disebut kota paling beradab di muka bumi.
Tapi, itu dahulu kala. Akibat kejamnya perang, bombardier tentera AS di masa rezim Sadam Husein membuat pesona Negeri 1001 malam itu hilang. Gemerlap Bagdad meredup. Bahkan, saat ini identik sebagai kota tak beradab karena kasus kriminalnya tertinggi di dunia.
Sekarang, dengan adanya abraksi tentang “1001 Malam” dengan “1001 Usulan”, berarti membahas “Negeri 1001 Malam” Bagdad yang dibelah sungai Tigris tidak penting. Lebih penting membahas “1001 Usulan” karena berkaitan langsung dengan kota Siantar yang dibelah sungai Bah Bolon.
Pada suatu kesempatan, temannya teman saya teringat dengan Musrenbang tingkat kelurahan. Dihadiri pejabat tingkat RT/RW, paling banter Camat atau mewakili. Berlangsung di kantor kelurahan. Masyarakat sebagai peserta duduk di kursi kayu, disajikan kue atau roti dan air mineral ala kadarnya.
Dari Musrenbang Kelurahan, usulan digiring ke Musrenbang Kecamatan yang dihadiri Camat, anggota dewan dan Plt Wali Kota atau diwakilkan. Lokasi dan kue yang disajikan tentu lebih baik dibanding dari Musrenbang tingkat kelurahan .
Pada acara pembukaan, Camat memaparkan berapa banyak usulan dari Musrenbang sejumlah kelurahan. Selanjutnya, anggota dewan melalui sambutannya menekankan agar Musrenbang tidak hanya acara rutinitas tahunan. Artinya, usulan masyarakat harus dicermati dengan seksama untuk kemudian dibawa ke Musrenbang tingkat kota.
Pastinya, suasana Musrenbang tingkat kelurahan dan kecamatan yang digelar di ruangan tanpa AC, berbeda dengan Musrenbang tingkat kota yang berlangsung di ruangan ber AC, lengkap dengan kue kotak dan nasi kotak berkualitas.
Namun, tentang 1001 Usulan yang sudah diverifikasi dan divalidasi tentu akan terlupa kalau tidak diingat-ingatkan meski banyak akan dibuang kalau tidak punya benang merah dengan visi dan misi Wali Kota “Sehat, Sejahtera dan Berkualitas”.
Apalagi besaran APBD Siantar 2023 terbatas dan tidak mampu menampung semua usulan.
Sebenarnya dan bukan mengada-ada, antara 1001 Malam dengan 1001 Usulan, jelas tidak punya benang merah atau hubungan meski bisa dihubung-hubungkan. Dan, antara keduanya bisa saling bernasib serupa. Sama-sama lenyap akibat suatu keinginan yang dipaksa.
Kalau gemerlap Bagdad sebagai Negeri 1001 Malam telah lenyap dengan gencarnya bombardier, 1001 Usulan yang berasal dari rakyat (butonup) juga berpotensi dan sangat memungkinkan lenyap juga ditimpa gencarnya usulan pejabat. Termasuk harus mengedepankan visi dan misi Wali Kota (topdown) sebagai hutang politik.
Selain itu, bukan mustahil para wakil rakyat lupa dengan apa yang pernah diketahui melalui Musrenbang pada bulan Maret 2022 lalu itu. Ditambah lagi adanya pokok pikiran (Pokir) para personel di lembaga legislatif untuk ditampung pada APBD Siantar 2023 mendatang.
Memang, lain padang lain belalang. Analoginya, lain Wali Kota lain visi dan misi sebagai hutang politik untuk direalisasikan, karena memang punya pandangan berbeda dalam memajukan kota sesuai sisi pandang masing-masing.
Lebih simpelnya lagi, kalau Wali Kota sebelumnya yang masa jabatannya telah berakhir, punya visi dan misi “Mantap, Maju Jaya,”. Sekarang, Plt Wali Kota yang akan menjadi Wali Kota setelah defenitif, ”Sehat, Sejahtera, Berkualitas”.
Namun, meski berbeda, bukan hal haram atau tak perlu gengsi melanjutkan program sebelumnya yang sudah baik untuk diolah Wali Kota pengganti menjadi lebih baik lagi. Sehingga, ego memang harus dikesampingkan demi kepentingan bersama. Karena, belum tentu apa yang akan dilakukan Wali Kota sekarang semuanya benar apalagi semuanya baik.
PENUTUP
Kalau 1001 usulan lebih dari setengah yang dibuang apalagi anggaran dalam APBD 2023 sangat terbatas, muncul pertanyaan, efektifkah Musrenbang yang dilakukan melalui tingkat kelurahan, kecamatan dan tingkat kota yang telah menghabiskan dana itu?.
Memang, Musrenbang harus dilakukan sesuai amanah UU No 25 tahun 2004 dan UU No 23 tahun 2014. Tapi, bagaimana caranya agar usulan dari tingkat kelurahan dan kecamatan tidak asal tamping hingga akhirnya banyak dibuang masuk tong sampah.
Artinya, perlu formulasi baru agar usulan tidak banyak terbuang dan rakyat tidak tanda tanya dikemanakan usulan mereka setelah mengetahui tidak dialokasikan pada APBD 2023?.
Kalau tidak ada formulasi baru dan masih tetap menggunakan teori lama “asal tampung”, berarti Musrenbang dapat disebut serimonial belaka. Sehingga, antara “1001 Usulan” setali tiga uang dengan “1001 Malam”. Karena, akan sama-sama hilang ditelan waktu. (Penulis, Alumni Fisip Komunikasi UISU Medan)
Discussion about this post