Aloling Simalungun
  • Redaksi
  • Policy
  • Terms
  • Pedoman
Senin, Januari 30, 2023
  • Nasional
  • Regional
  • Siantar – Simalungun
  • Editorial
  • Ise Do Ham
  • Entertainment
  • Wisata
  • Inspirasi
  • Nasional
  • Regional
  • Siantar – Simalungun
  • Editorial
  • Ise Do Ham
  • Entertainment
  • Wisata
  • Inspirasi
No Result
View All Result
Aloling Simalungun
No Result
View All Result
  • Nasional
  • Regional
  • Siantar – Simalungun
  • Editorial
  • Ise Do Ham
  • Entertainment
  • Wisata
  • Inspirasi
ADVERTISEMENT
Home Inspirasi

Miris! Warisan Sejarah Gedung Juang 45 Terlantar ‘Tak Bertuan’

Oleh: Jalatua H. Hasugian

Mei 27, 2022
in Inspirasi
Share on FacebookShare on Twitter

PUSAT kota Pematangsiantar Rabu pagi (25/5/2022) sempat dihebohkan dengan peristiwa kebakaran di Gedung Nasional (Gedung Juang 45) yang terletak di Jalan Merdeka, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat. Untungnya, petugas pemadam kebakaran Pemko Pematangsiantar cepat bertindak sehingga api dapat segera dipadamkan. Konon, api yang sempat berkobar di lantai dua diduga berasal dari ulah gegabah anak-anak punk yang nyaris setiap malam menghuni gedung bersejarah warisan kolonial Belanda ini.

Pertanyaan  tersisa dan menggelitik rasa nasionalisme kita, koq bisa-bisanya anak-anak punk leluasa ‘menguasai’ gedung yang pernah jadi markas pasukan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) ini? Sangat ironis dan amat paradoks! Di tengah gencarnya Pemko Pematangsiantar mengkampayekan “Siantar destinasi wisata, bukan sekadar transit” malah sebaliknya ada bangunan objek ‘wisata historis’ yang berada tak jauh dari Balai Kota, malah diterlantarkan!

Baca juga

Catatan 2022 Tentang Siantar Menuju 2023

Napak Tilas 2022 untuk Pemerhati Simalungun

Gedung bernilai sejarah tinggi yang berada di tengah kota ini seolah ‘tak bertuan’ karena kondisinya rusak parah dan tak ada pihak yang bertanggungjawab mengurusnya. Bagian atap yang terbuat dari genteng serta plafon asbes sudah rusak dan berjatuhan. Bagian dinding, pintu, jendela, lantai juga sudah banyak yang hancur berantakan. Sampah juga berserakan di setiap sudut yang menimbulkan pemandangan serta aroma tak sedap. Halaman depan, samping apalagi belakang, ditumbuhi rumput liar, ilalang yang kian  menyemak akibat belasan tahun terlantar.

Pemandangan yang tak kalah menyedihkan, yakni tiga buah patung sebagai simbol heroisme perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang ada di bagian atas teras depan, tampak kusam serta ditumbuhi rerumputan. Menyaksikan pemandangan miris ini, nyaris setiap orang yang menyaksikan bergejolak prihatin sekaligus emosi, meski tak tahu harus marah kepada siapa?.Satu sisi, Pemko Pematangsiantar seolah tak bisa berbuat banyak mengingat bangunan ini bukan aset yang bisa mereka kelola. Sisi lain, Pemkab Simalungun yang konon katanya selaku selaku pemilik juga tak mau perduli?.

Dari Simeloengoen Club Ke Markas Pejuang Kemerdekaan.

Gedung Nasional atau Gedung Juang 45 ini dibangun dalam dalam kurun waktu bersamaan dengan penataan pusat kota Pematangsiantar, sejak statusnya direorganisasi dari pusat Kerajaan Siantar menjadi Gemeente (kotamadya).

Pemerintah kolonial, melalui besluit Nomor 285 yang ditandatangani gubernur jenderal Hindia Belanda, J. Van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juni 1917 di Buitenzorg (Bogor) dan berlaku sejak 1 Juli 1917 memutuskan pusat Kerajaan Siantar ini menjadi daerah otonom bernama Kota Pematangsiantar. Sejak itu, pembangunan infrastruktur, kantor-kantor pemerintahan serta fasilitas penunjang pemerintahan lainnya dibangun secara bersa-besaran, termasuk Gedung Balai Kota yang resmi digunakan sejak Januari 1920.

Era kolonial, gedung ini merupakan tempat beristirahat, bersantai, makan minum, bermusik, berdansa,  sekaligus pertemuan-pertemuan khusus para pejabat-pejabat kolonial serta pengusaha-pengusaha perkebunan yang ada Pematangsiantar, Simalungun bahkan Sumatera Timur lainnya. Secara khusus gedung ini juga merupakan tempat berinteraksi (markas) sebuah perkumpulan para kaum elit kolonial serta tuan-tuan kebon yang terhimpun dalam organisasi Simeloengoen Internationale Club. Oleh karena itulah, di era kolonial Belanda, gedung ini bernama “Simeloengoen Club”.

Pada masa pecahnya revolusi kemerdekaan tahun 1945-1949, gedung ini pernah menjadi markas tentara Belanda (KNIL) dan juga pernah sebagai markas Tentara Republik Indonesia khususnya Divisi IV, Divisi Gajah dan Divisi X yang berjuang mempertahakan kemerdekaan melawan pasukan tentara Sekutu/NICA.  Untuk mengenang peristiwa revolusi fisik tersebut, di depan gedung menghadap jalan Merdeka, dibangun sebuah tugu peringatan. Pembangunan tugu ini diprakarsai oleh Komandan Korem 021/Pantai Timur, Kolonel Inf. L.Silangit dan tokoh masyarakat Kota Siantar, H. Kurnia Ginting. Bagian tengah tugu ini terdapat inskripsi yang selengkapnya berbunyi, “Tugu 1945-1949 Bangunan Ini Adalah Kedudukan Markas Divisi IV, Divisi Gajah III, Divisi X

Konstruksi utama Gedung Nasional menggunakan fondasi bangunan masif (padat) dengan susunan batu bata berlapis beratap genteng. Sebagian besar bangunan sudah tampak rusak dan retak karena tidak adanya pemeliharaan. Dari inskripsi yang ada di bagian pintu depan, gedung ini pernah direnovasi dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Simalungun pada tahun 1971 semasa Bupati dijabat Radjamin Poerba, SH. Perbaikan berat ini juga melibatkan dekorator, Djaiman Saragih mewakili budayawan serta pelaksananya, OE. Tambunan.

Namun ada juga prasasti bertuliskan “Panitia Pembangunan Gedung Nasional” di sisi kiri pintu masuk yang Ketua Umumnya Tuan Madja Purba. Sebagaimana diketahui, Tuan Madja Purba merupakan Bupati Simalungun pertama yang menjapat dua periode namun tidak berturut-turut (1945-1947 dan 1950-1954). Sebab pada periode 1947 – 1950, Bupati Simalungun dijabat oleh Tuan Badja Purba.

Berdasarkan kedua prasasti tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Gedung Nasional ini sudah pernah dua kali direnovasi atau ada penambahan bangunan pendukung, namun tidak merubah konstruksinya yakni semasa Madja Purba dan Radjamin Purba menjadi Bupati Simalungun. Fakta yang terdapat pada kedua prasasti ini, menyiratkan bahwa penanggungjawab Gedung Nasional ini adalah Bupati Simalungun. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa Bupati-bupati Simalungun selanjutnya dan sampai sekarang tak perduli dengan keberadaan Gadung Nasional ini? Apakah karena lokasinya di kota Pematangsiantar dan kurang ekonomis bagi Pemkab Simalungun lantas mereka enggan merawatnya.?

Gedung ini juga sempat dikelola oleh Manajemen Siantar Hotel sebagai bar, pub dan restoran. Sedangkan sebagian lagi digunakan oleh Dewan Harian Angkatan 45, Legium Veteran Republik Indonesia sebagai kantor sekretariat. Perusahaan Daerah Pembangunan Aneka Usaha (PD.PAUS) juga pernah berkantor di kompleks gedung ini. Sebagian lokasi gedung, juga sempat digunakan sebagai tempat ibadah Gereja Bethel Indonesia, yang sekarang beralih ke Gedung Siantar Plaza yang ada di depannya.

Sejatinya, Pemko Pematangsiantar tak bisa mengelak begitu saja, ketika publik menuding mereka tak punya perhatian apalagi tanggungjawab! Sebab masyarakat tak salah pula jika berasumsi jika bangunan tersebut harusnya ditangani Pemko Pematangsiantar. Apalagi publik juga banyak yang tahu jika gedung warisan kolonial ini masih satu rangkaian dengan keberadaan Balai Kota, eks Kantor DPRD (sekarang Kantor BKD), Gedung BRI, Lapangan Merdeka (Taman Bunga), bahkan Siantar Hotel. Artinya, Gedung Nasional ini merupakan fasilitas penunjang pusat pemerintahan era kolonial Belanda ketika itu.

Oleh karena itulah, sudah saatnya Pemko Pematangsiantar bertindak proaktif menyikapi keberadaan gedung yang menjadi ikon perjuangan kemerdekaan rakyat Siantar Simalungun saat melawan pasukan Belanda/NICA yang ingin kembali menguasai Republik Indonesia. Kalaupun bangunan tersebut milik Pemkab Simalungun atau milik lembaga lain, tentu bisa dinegosiasikan dengan cara tertentu, agar bisa terawat dan difungsikan kembali. Bukan malah diterlantarkan begitu saja seperti sekarang ini.

Bukankah Pemko Pematangsiantar punya tanggungjawab untuk merawat warisan sejarah atau warisan hudaya yang ada di wilayahnya? Apalagi sekarang Pematangsiantar sudah punya Peraturan Daerah tentang Cagar Budaya. Sayangnya, hingga sekarang Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) yang tersertifikasi belum juga tersedia. Dampaknya, Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya, belum bisa dieksekusi di lapangan.

Semoga saja ada solusi cerdas untuk mengelola dan merawat Gedung Nasional (Gedung Juang 45) di tengah berbagai keterbatasan. Sehingga generasi bangsa ini bisa mengerti, jika perjuangan dan pengorbanan masyarakat kota Pematangsiantar tidak kalah heroik dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia, dalam mempertahankan kemerdekaan!.(***)(Penulis, Dosen Universitas Simalungun).

Tags: geduangjuangmirissiantar
Share129Tweet81Share32

Related Posts

Catatan 2022 Tentang Siantar Menuju 2023

by Redaksi
Januari 1, 2023
0

Tahun 2023 meninggalkan berbagai kata tentang tahun 2022 yang dapat dirangkai sebagai catatan untuk digaris bawahi menjadi sebuah cermin. Namun,...

Napak Tilas 2022 untuk Pemerhati Simalungun

by Redaksi
Desember 30, 2022
0

UNTUK ketiga kalinya sejak 10 tahun Rondahaim, Raja Raya tidak disetujui Presiden RI menjadi Pahlawan Nasional yang diumumkan setiap awal...

Cath Lab Jantung RSUD Djasamen Saragih Bukan “Kaleng Kaleng”

by Redaksi
Desember 18, 2022
0

P.Siantar, Aloling Simalungun Cath Lab atau Laboratorium Kateterisasi dan Intervensi Jantung RSUD Djasamen Saragih merupakan satu-satunya di luar rumah sakit...

Bahasa Batak Dalam Kehidupan Ibadah HKBP

by Redaksi
November 23, 2022
0

Ibadah tidak terlepas dari penggunaan bahasa baik dalam tata ibadah, nyanyian, serta doa.HKBP sejak berdirinya menggunakan bahasa batak sebagai bahasa...

Bertutur Bahasa dalam Agama

by Redaksi
November 23, 2022
0

Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai system lambing bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat...

Pengaruh Bahasa dalam Pengembangan Khotbah (Hubungan Bahasa dengan Agama)

by Redaksi
November 23, 2022
0

Sebelum menguraikan tentang pengaruh bahasa dalam pengembangan khotbah, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang definisi khotbah. Khotbah adalah menyampaikan pesan dari...

Discussion about this post

Recommended

gambar : ilustrasi

KPU Simalungun Tetapkan Empat Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati

September 23, 2020

Baladhika Karya Simalungun Berbagi Takjil

April 15, 2022

Popular Post

  • Paheian (Busana) Adat Simalungun

    1479 shares
    Share 612 Tweet 361
  • Maling Sepatu Nyaris Dimassakan Warga

    904 shares
    Share 362 Tweet 226
  • Ternyata Maruli Wagner Damanik Calon Bupati Simalungun Paling Kaya

    760 shares
    Share 304 Tweet 190
  • H Anton Achmad Saragih : Saya Memang Abangnya DR JR Saragih SH MM

    661 shares
    Share 264 Tweet 165
  • Amran Sinaga Ganda Christo Robert Manurung akan Dideklarasikan

    559 shares
    Share 224 Tweet 140
  • Redaksi
  • Policy
  • Terms
  • Pedoman

© 2020-2022 Aloling Simalungun

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia

No Result
View All Result
  • Nasional
  • Regional
  • Siantar – Simalungun
  • Editorial
  • Ise Do Ham
  • Entertainment
  • Wisata
  • Inspirasi

© 2020-2022 Aloling Simalungun

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia