NOMOR Surat Keterangan (SK) defentif seperti judul di atas, tentu bukan nomor atau angka tebakan yang dipasang untuk toto gelap (togel). Bukan pula nomor kursi pada tiket pesawat terbang, bus atau alat transportasi.
Bahkan, bukan juga nomor kursi tempat duduk menonton bioskop seperti yang dilakukan Plt Wali Kota Siantar, dr Hj Susanti Dewayani saat menonton film “Ngeri-Ngeri Sedap” di Cinepolis Siantar City, Kota Siantar akhir bulan lalu.
Supaya tidak gagal paham, nomor defentif itu maksudnya terkait nomor SK Menteri Dalam Negeri untuk jabatan Wali Kota Siantar (defenitif). Nomor itu, berbeda dengan nomor SK Wali Kota yang saat ini masih berstatus Pelaksana tugas (Plt).
Sedangkan, kewenangan Wali Kota (defenitif) berbeda dibanding Plt Wali Kota yang mengacu kepada Pasal 132A ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No 49 Tahun 2008. Plt dilarang memutasi pegawai, membatalkan perijinan atau mengeluarkan perijinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya. Dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Hanya saja, pada PP No 49 Tahun 2008 Ayat (2) itu dinyatakan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Di warung-warung kopi atau di sejumlah lokasi tempat orang Siantar kerap membual soal politik lokal, keberadaan Wali Kota Siantar supaya defentif agar tidak berstatus Plt lagi, ramai diperbincangkan. Dan, perbincangannya begitu beragam.
Ada bernada miring, lurus atau malah miring bercampur lurus. Namun, meski bernada lurus atau miring, selalu terjadi perdebatan yang argumennya juga terdengar miring, lurus atau lurus-lurus miring.
Kalau lobang telinga lebih didekatkan mendengar perbincangan tersebut, begitu riuh rendah. Bahkan, malah menjurus seperti debat para kusir saat mengendalikan kuda menarik sado. Sementara, kuda yang pakai kaca mata tak bisa memandang ke belakang atau samping. Karena, kaca mata kuda memang hanya untuk memandang ke depan.
Ada berpendapat, untuk memajukan Siantar lebih baik dan konfrehensif, membutuhkan Wali Kota defentif. Apalagi, diperkirakan ada kebijakan Wali Kota yang sebelumnya rada miring, harus dirubah supaya lurus. Contoh, soal GOR dan kenaikan NJOP 1000 persen.
Untuk mempercepat status Plt Wali Kota menjadi defenitif, sejatinya dapat dilakukan DPRD Siantar bersama Plt Wali Kota dengan mendatangi Kementrian Dalam Negeri. Setelah itu, memproses tahapan pemilihan Wakil Wali Kota yang masuknya melalui pintu lembaga legislatif, kemudian masuk lagi melalui pintu Wali Kota.
Sedangkan soal pemilihan Wakil Wali Kota itu, bukan rahasia umum kalau ada kost yang dapat masuk kantong perorangan, kas fraksi partai politik yang punya kursi di lembaga legislatif. Termasuk juga kepada pejabat eksikutif.
Sementara, masyarakat kota Siantar yang semakin cerdas dan jeli mengamati situasi yang berkembang, belum mengetahui sudah sejauh mana langkah lembaga legislatif dan eksikutif mempercepat Kota Siantar supaya memiliki Plt Wali Kota. Karena, soal itu belum dipublikasi secara terbuka.
Ada juga pendapat, kondisi Siantar tanpa Wali Kota sengaja dikondisikan. Karena, calon sudah tidak serius lagi menjadi Wakil Wali Kota yang jabatanya tinggal satu setengah tahun dan itu sesuai UU No 10 Tahun 2016 bahwa Pilkada serentak berlangsung 2024.
Dengan singkatnya jabatan tersebut, para calon Wakil Wali Kota terpaksa hitung-hitung angka apakah angka pengeluaran bisa kembali setelah menduduki jabatan Wakil Wali Kota. Pasalnya, soal politik juga berkaitan dengan untung dan rugi secara materi.
Kemudian, ada juga pendapat mengatakan, kalau Siantar tidak punya Wali Kota, Plt Wali Kota akhirnya aman berjalan sendiri. Padahal, kalau kota Siantar Siantar dilama-lamakan tidak punya Wali Kota, perkembangan Kota Siantar jadi mengambang bagai kiambang di permukaan sungai Bah Bolon yang airnya keruh karena hujan di hulu.
DALAM WAKTU DEKAT
Warga Kota Siantar memang memiliki berbagai beragam pendapat mengapa Siantar belum juga memiliki Wali Kota defentif. Dan, apakah dr Hj Susanti sudah jemput bola mendatangi Kemendari di sela-sela mengurus pelepasan lahan eks HGU PTPN III, Tanjung Pinggir di Kementrian BUMN beberapa hari lalu?
Beberapa hari lalu juga, Kepala Biro Pemerintahan dan Otda Pemprov Sumut, Zubaidi mengatakan, dalam waktu dekat, Kemendagri menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan dr Hj Susanti Dewayani SpA sebagai Wali Kota Siantar priode 2022-2027. Tapi, sampai sekarang SK itu juga belum terbit.
Lantas, kalau dalam waktu dekat akan turun, mungkin saja SK itu sudah ada di Kemendagri. Hanya saja, mungkin belum diajukan kepada Mendagri untuk ditandatangani karena belum ada nomor. Lantas, kalau belum ada nomor, berarti perlu dinomori?
Kembali bicara soal nomor atau angka. Memasang angka tebakan toto gelap (togel), beli tiket pesawat terbang, bus atau alat transportasi dan tempat duduk menonton bioskop yang semuanya pakai nomor, tiada yang gratis. Demikian juga untuk nomor SK Wali Kota ?
Harus pakai uang alias duit, doku, kepeng, fulus, cuan atau apapun namanya. Soal angka nominal mungkin relatif. Hanya saja, banyak meja yang harus dilalui. Namun, yang jelas, nomor untuk SK itu memang harus dijemput. (Penulis Alumni Fisip Komunikasi UISU Medan)
Discussion about this post