Jajaran pulau-pulau dari Barat sampai ke Timur, begitu kaya dengan keberagaman pangan nabati dan hayati. Lantas, mengapa stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi, membuat Indonesia menduduki peringkat ke lima di dunia.?
Pada dasarnya, stunting bukan hanya soal nabati maupun hayati sebagai sumber berbagai protein asupan penambah gizi. Tapi, selain akibat kemiskinan dan rendahnya pendidikan, juga terkait dengan pola asuh yang belum memasuki masalah inti.
Karenanya, penanggulangan kemiskinan dan perbaikan pendidikan untuk menata pola asuh yang baik, menjadi prioritas dilakukan. Ibarat menyembuhkan demam karena bisul. Selain memberi obat demam, pastinya bisul harus dibasmi dengan cara sistimatis.
Lantas, karena kondisi anak Indonesia saat ini merupakan gambaran kualitas sumber daya manusia memajukan bangsa dan negara pada masa mendatang, Presiden Joko Widodo meminta Walikota dan Bupati agar menekan tingkat stunting di bawah 14 persen sampai tahun 2024.
Sebagai pendukung, dicanangkan akselarasi menekan stunting. Pada tingkat pemerintah pusat, melibatkan Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Sosial. Di tingkat propinsi/daerah kabupaten/kota, melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai penggerak menyeser stunting di kecamatan sampai desa atau kelurahan.
Bappeda menghimpun data terkait stunting untuk dirumuskan menjadi rencana kegiatan secara berkala. Didukung berbagai perangkat pelaksanaan, target hasil, jadwal pelaksanaan, lokasi dan anggaran. Selanjutnya, dilakukan pelaksanaan rencana kegiatan.
Demikian juga tentang bagaimana pemberdayaan para kader maupun relawan dan perusahaan swasta melakukan pembinaan terhadap masyarakat prasejahtera (miskin) yang berkorelasi dengan Program Keluarga Harapan (PKH). Sehingga, memiliki akses memanfaatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, perawatan, gizi dan program perlindungan sosial.
Hanya saja, soal data PKH apakah sudah tepat sasaran? Sementara, kriteria terhadap KPM, jelas bersentuhan langsung dengan antisipasi stunting yang dimulai dari saat ibu hamil sampai melahirkan. Sampai anak berusia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD sampai 15 dapat menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun.
Terkait dengan itu, dibutuhkan sistem manajemen data terbaru yang memadai, rinci, tepat dan mutakhir dalam proses pengambilan keputusan. Baik dalam rangka evaluasi ketersediaan dan kualitas data prevalensi stunting dan data cakupan intervensi gizi spesifik dan sensitif sampai tingkat paling rendah di desa atau kelurahan.
Kemudian, agar tidak sekedar “latah” mengikuti kebijakan Presiden, pencapaian kemajuan yang diperoleh harus terukur. Sehingga, diketahui sejauh mana pencapaian yang diperoleh setiap triwulan dan semester. Kalau pencapaian belum maksimal, tentu dapat diketahui kelemahannya setelah dilakukan evaluasi.
GOTONG ROYONG & PT JAFPA
Untuk menekan tingkat stunting di bawah 14 persen sebagai tujuan yang ditekankan Presiden, tentu lebih mudah dilakukan dengan cara bergotongroyong. Selain pemerintah, perusahaan swasta, akademika dan pers, wajib bersinergis sesuai perannya masing-masing.
Seperti dilakukan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA), perusahaan agribisnis penyedia protein hewani yang berkualitas dan terjangkau yang menyebar di berbagai daerah Indonesia dengan visi visi Perusahaan untuk “Berkembang Menuju Kesejahteraan Bersama”.
Beberapa program yang dilakukan dan telah diekspos berbagai massa, mampu menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Baik yang berbentuk CSR maupun bantuan sosial secara spontan. Termasuk di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Bahkan, saat pandemi Covid-19 pada dua tahun terakhir, JAPFA salurkan bantuan makanan berprotein hewani bergizi berupa daging ayam dan telur kepada masyarakat. Ternyata, upaya tersebut bukan saja untuk meningkatkan imun pada tubuh dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19. Lebih dari itu, sekaligus mendukung penambahan gizi untuk menekan tingkat stunting. Sehingga, berlaku seperti pribahasa, “Sekali kayuh, dua tiga pulau terlampau,”.
Upaya lain yang juga perlu digaris bawahi, JAFPA juga memiliki APFA for Kids. Suatu program unggulan yang berdedikasi untuk kesejahteraan anak-anak di pedesaan mulai usia 6 sampai12 tahun yang telah berlangsung sejak tahun 2008.
Selain kampanye kesehatan dan program pendampingan yang diadaptasi secara lokal pada tingkat sekolah dasar yang meliputi di 21 propinsi, termasuk di Sumatera Utara, anak-anak dilatih memperhatikan kesehatan gizi serta kebersihan sehari-hari.
Tujuannya untuk mewujudkan program sosial berkelanjutan yang difokuskan pada edukasi gizi seimbang. Menuju suatu kemandirian kesehatan dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Terutama di masyarakat dengan keterbatasan akses kesehatan.
PENUTUP
Upaya PT JAFPA sangat bersinergis dengan akselerasi yang dicanangkan pemerintah untuk menekan tingkat stunting. Sehingga, diharap dapat menjadi contoh bagi perusahaan lain agar turut bergotong royong menekan tingkat stunting di bawah 14 persen sampai 2024 seperti pernyataan Presiden RI, Joko Widodo. (Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis tentang stunting yang digelar PT JAPFA)
Discussion about this post