SEORANG ibu berujar dalam hati , bahwa ia akan bersedekah untuk para gelandangan/ pengemis di pasar, jika menjelang lebaran nanti benar- benar THR (Tunjangan Hari Raya) dibayarkan oleh perusahaan dimana ia bekerja. Begitu harapnya ia akan kedatangan THR tersebut, sampai ia berjanji bersedekah sebesar Rp. 300.000,- untuk pengemsi dimaksud. Menurut kabar angin THR dibayar seminggu sebelum lebaran sebesar satu setengah gaji pokok.
Niatnya bersedekah begitu matang, maklum bulan Ramadhan begitu besar nilai kebaikannya bila disbanding bersedekah pada bulan- bulan yang lain. Lagi pula sedekah sebesar itu tidak akan mengurangi belanja kebutuhan sehari- hari dan kebutuhan lebaran, karena pakaian anak-anak juga sudah dibeli jauh-jauh hari sebelum puasa, untuk menghindari naiknya harga – harga sandang maupun pangan di bulan Ramadhan. Karena sudah menjadi tradisi di negeri ini, jika mendekati hari- hari besar keagamaan semua barang langsung tancap gas harga naik.
Niat bersedekah semakin bulat sebesar Rp. 300,000 buat fakir yang ada di pasar. Hari yang ditunggu- tunggu hadirnya THR pun tiba, benar saja seminggu menjelng lebaran THR cair sebesar satu setengah bulan gaji atau sekitar Rp. 6.000.000.-
Namun ketika ia menerima THR sebesar itu, hatinya mulai terasuki syetan kikir menggelayut di dada.
Hatinya bergejolak. Lalu ia mulai menghitung- hitung besaran sedekah untuk fakir di pasar seperti yang ia maksudkan. Tarik ulur pikiran kikir dan sedekah terus saja mengganggu.
“Sedekah sebesar itu sudah terlalu besar, maka separuhnya saja itu sudah cukup,, yaitu Rp. 150000 saja. Tak sedekah juga tak mengapa, orang lain juga tak kelihatan sedekah.Ini mau lebaran banyak kebutuhan yang mendesak untuk perayaan hari besar itu, ini hari raya lho” kata hatinya yang dipengaruhi Iblis barangkali.
“Ingat kesempatan bersedekah kadang tidak terulang lagi. Bukankah kamu sudah berjanji untuk bersedekah. Sedekahmu pada hakikatnya untuk kebaikanmu juga, lakukanlah” kata hati yang mungkin dipengaruhi oleh Malaikat.
Keesokan harinya sang ibu hendak ke pasar sambil berbelanja kebutuhan dapur ia akan bersedekah seperti yang ia niatkan, namun pikirannya tetap berkecamuk tentang besaran sedekah itu.
Sambil naik tangga angkot yang ia hentikan di depan rumahnya untuk menuju pasar, pikirannya memutuskan, bahwa sedekah menjadi setengahnya yaitu Rp. 150000 saja.
Belum juga tenang hatinya di atas angkot, sebab pikiran terus berkecamuk menggoda untuk menurunkan besaran sedekah. Angkot berhenti tepat di pelataran pasar, hati sang ibu masih galau. Dilihat banyak barang- barang baru yang di dasarkan para pedagang di pasar.
Besaran sedekah mulai goyah lagi, sambil berguman lirih, “ah cukup Rp. 100.000 saja nanti sambil pulang di berikan ke pengemis”.
Mondar- mandir pilih sana- pilih sini sang ibu mengumpulkan kebutuhan dapur dan kebutuhan lainnya yang sebenarnya tak direncanakan juga terbeli.
Setelah satu jam lebih sang ibu merasa sudah cukup, dan benar saja ia menyisakan Rp. 100,000, namun ia lupa, bahwa ia pulang juga masih butuh ongkos sebesar Rp. 20000,- Wah berarti sedekah tinggal Rp.80000. Sambil melangkah yakin menuju parkiran angkot yang biasa ia naiki dan di sana pula biasanya para kaum dhu’afah (pengemis) mangkal.
Ia terperanjat, bahwa si bungsu tadi berpesan minta dibelikan makanan untuk buka puasa, sudah menjadi kesukaan si bungsu berbuka dengan es buah alias es campur. Ternyata total pengeluaran menyisakan Rp.30000 saja. Nah yang tiga puluh ribu itulah yang akhirnya menjadi nilai real ia bersedekah untuk fakir di pasar. Sedekah sebesar itu saja masih perlu perjuangan panjang berhari, hingga perang syaraf sendiri, mengakibatkan beberapa malam tak dapat tidur nyenyak.
Ulama menyatakan, bahwa suara hati yang pertama itulah suara hati yang bersih, maka bila kita dengar suara hati selanjutnya, ia sudah bercampur.
Mungkin bercampur suara yang lain. Maka bersegeralah melakukan kebaikan, jangan tunggu sampai muncul suara- suara yang menjadikan kita ragu atau gamang dalam melakukan kebaikan.
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS: Ali Imran 133).
Bersegera kepada ampunan Allah dapat dimaknai untuk bersegera melakukan kebaikan, jangan tunggu besok atau lusa, disamping kesibukan yang berbeda juga dapat mengakibatkan banyak pertimbangan yang akhirnya menurunkan semangat berbuat baik. (***)
Asmen, S.Pd.,MM : Pengawas SMK Kemendikbud Sumatera Utara dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Dolok Maraja, Tapian Dolok, Simalungun
Discussion about this post